Nah, dengan riset seperti itu kita bisa menjadi anggota BASARNAS, pendaki gunung yang tersesat, keluarga korban, penunggu hutan, atau pacar si pendaki gunung. Tentu ide cerita dari peristiwa sehari-hari tadi bisa kita tambahi imajinasi menggunakan unsur intrinsik. Seperti Eyang Plato pernah bilang, “Fiksi itu mimesis, tiruan dari peristiwa sehari-hari.” Kita bisa menggali karakter tokohnya lebih dalam lagi. Kita bisa menemukan alasan kenapa para tokoh tersesat, latar belakang cerita, dan logika ceritanya supaya tidak terjadi “plothole”.
Jika harus memilih, pada akhirnya soal selera, saya lebih memilih 720 Hours, karena alurnya bergerak penuh konflik “aku” versus “hutan” dengan ending yang mengejutkan. Sangat terasa “survivor” dan sesuai dengan tema “tersesat di hutan”.
Akhir kata, saya mengacungkan jempol untuk group FB Nulis Aja Dulu, yang memfasilitasi anggotanya untuk menulis. 30HM – NAD ini stimulus hebat. Semua anggotanya menulis saja dulu, tanpa ilmu, tanpa teori, mengandalkan insting saja. Learning by doing. Pelan-pelan, yang sudah mengetahui ilmunya, berbagi ilmu menulis. Seperti review buku tentang tips menulis. Hebat. Salut! Tetap semangat! (Gol A Gong)
Terimakasih kritik dan sarannya, Bang.
Kalau ada waktu luang, mungkin bisa dibaca tulisanku, kebetulan tidak terjaring sweeper.
Aku coba mentransformasikan pengalaman dan imajinasi di dalamnya, semoga cukup menarik.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10216304832869955&id=1127914776&ref=bookmarks
Antri. Saya sedang ngisi Kelas Menulis Cerpen dulu.Online. Tetap semangat.