
Oleh Gol A Gong
“Rumahku Rumah Dunia, Kubangun dengan Kata-kata.”
(Prasasti, 1996- 2001)
***

Di kampung saya, pernah ada anggapan : semua milik bersama. Itu terjadi ketika di awal kami menempati rumah di Kampung Ciloang, Serang – Banten tahun 1998. Kami membeli tanah kavling di Komplek Guru seluas 200 M2 untuk tempat tinggal dan sebidang tanah seluas 1000 M2 di belakang rumah untuk kegiatan literasi. Di halaman belakang itu ada pohon seri, pisang, arem, dan jambu batu yang sudah ada. Kami juga menanam pohon sirih, pepaya, mangga dan sukun. Setiap hari selalu saja ada orang masuk ke rumah lewat halaman belakang yang memang terbuka. Sebetulnya kami sudah memberi tahu, bahwa areal yang bisa dipergunakan untuk umum adalah halaman belakang saja dimana komunitas literasi Rumah Dunia kami dirikan, tapi kadang orang-orang kampung masuk ke dalam rumah lewat dapur kami yang terbuka untuk bisa diakses relawan Rumah Dunia.
