Cerita bersambung karya Gol A Gong
Aku seruput lagi kopi, sudah tidak panas. Rasa pahitnya saja yang tersisa di pikiranku. Bahkan di permukaan kopi hitam itu muncul wajah anak kecil yang kata bapak pendeta bernama Felix. Ah, Ruth! Itu anak kitakah? Kenapa tidak berkirim kabar, bahwa kau mengandung buah cinta kita sewaktu kuliah di Malang? Kenapa, Ruth? Kau tidak harus menderita sendirian selama lima tahun! Aku siap membayar belis – mas kawin yang kau takutkan! Sekarang saja aku sudah menyiapkan setengah milyar! Aku siap segalanya – kalau perlu menerima hukum adat Rote! Ti’i langga – topi kebesaran ayahmu, yang sering kau banggakan sebagai simbol keperkasaan lelaki Rote, siap aku emban!