Lalu, aku turun lagi ke lantai satu, ada seseorang yang hendak naik ke lantai dua. Ia membawa ransel kamera, Aldi namanya, perwakilan dari grafdesign. “Diundang Bappeda juga, ya?” tanyaku.

Aku jelaskan pada Aldi, bahwa peserta undangannya belum pada datang. “Kita mending ngopi dulu biar seger!” Lalu kami turun mencari tempat yang nyaman dan ngobrol soal dunia desain grafis juga fotografi.

Audiensi pun dimulai, dipimpin oleh Rediwinata Kepala Bidang Perekonomian BAPPEDA. “Dengan hadirnya bapak ibu di sini semua. Saya berharap bisa mengungkapkan aspriasi atau kegelisahan terkait ekonomi kreatif dan industri kreatif di Kota Serang,” ucapnya membuka rapat audiensi.

Ada sekitar 35 peserta tamu undangan yang hadir pada rapat audiensi tersebut.

Bukti Kota Serang Tertinggal Ekonomi dan Industri Kreatifnya

Kini, Tim konsultan dari Untirta diberi kesempatan bicara, Dr. Roni memaparkan dalam penelitiannya, “Peningkatan Daya Saing dan Optimaliasasi Ekonomi Kreatif di Kota Serang”

Terkait permasalahan Ekonomi Kreatif yang ada di Kota Serang, “Dari 16 sub-sektor ekraf, ada beberapa sub yang masih tertinggal. Misalnya, desain arsitektur, desain interior, desain produk, desain komunikasi visual dan seterusnya. Hal itu disebabkan minimnya sumber daya manusia yang mumpuni soal itu, di Kota Serang,” jelasnya.

Sementara, dari produksi kuliner khas Kota Serang, mengalami peningkatan yang signifikan seperti, “Sate Bandeng, Rabeg, Bontot dan seterusnya. Hal ini harus kita dukung bersama sehingga dengan lahirnya produk khas daerah, ekonomi kreatif kita bisa berdaya saing dan berkembang pesat,” tambahnya

Kini giliran pelaku Ekraf yang berbicara. Faiz Firdaus perwakilan dari Rumah Inspiratif Pipitan mengeluhkan kinerja Pemerintah Kota Serang yang kendor membimbing pelaku EKRAF. Faiz, kini sedang merintis tiga usaha di bidang ekonomi kreatif. Pertama, televisi dan radio. Kedua, musik tradisional dan ketiga, kuliner khas.

“Banyaknya kegiatan yang dilakukan kedinasan itu minim manfaat terhadap pelaku ekraf. Seperti misalnya kegiatan yang seharusnya dilaksanakan dua hari, malah jadi satu hari. Kita sebagai pelaku ekraf sudah bawa produk dan sudah dipamerkan, tapi setelah itu pulang dan tidak dibeli produknya. Kan aneh!” terangnya dengan tegas.

Senada dengan keluhan di atas, Ramsiah menambahkan, “Saat pameran, saya mengalami hal serupa, ketika acara halal bi halalal Walikota Serang itu pejabat hanya lewat-lewat dan foto-foto doang. Alangkah baiknya, sebelum pameran, dibuatkan voucher biar ada ketertarikan untuk membeli produk kami,” keluhnya.

Pentingnya Musyawarah dalam Bernegara

Waktu menunjukan pukul 11.00 WIB, ada satu kesempatan lagi, hak untuk berbicara dari perwakilan industri kreatif. Aldi mempersilakanku untuk berbicara.

Aku sudah terbiasa dengan rapat audiensi seperti ini dengan pemerintah, ketika masih berorganisasi di kampus. Akhirnya, aku memberanikan diri untuk berbicara apa adanya.

Karena ini sifatnya musyawarah, aku pernah membaca perkataan dari Filsuf Muslim Ibnu Khawaz Mundad tentang pentingnya musyawarah. Bahwa, dalam menyelesaikan persoalan berkaitan dengan aspek apapun, baik aspek kehidupan atau persoalan dunia, maka pemimpin itu wajib melaksanakan musyawarah. Nah inilah saatnya waktu yang tepat untuk berbicara.

Pertama, aku mengenalkan diri, dan mengenalkan Komunitas Rumah Dunia yang masih konsen sejak tahun 2022 bergerak di bidang jurnalistik, sastra, seni rupa dan film.

Ada prestasi yang harus kita banggakan menyoal dunia perfilman di Banten. “Film Yuni itu banyak diapresiasi oleh beberapa negara, saat di Kanada, film tersebut mendapatkan penghargaan kategori Platform Prize di salah satu festival film International Film Festival (TIFF) 2021. Ada banyak lagi penghargaan yang didapat oleh Film Yuni, cari saja sendiri di internet!

Pertanyaannya, mana apresiasi pemerintah Banten wabil khusus Kota Serang? Padahal itu syutingnya di Kota Serang lho. Pemainnya geh banyak wong Serang,” aku bercerita dengan antusias.

Aku berharap, semoga film Balada Si Roy yang diadaptasi dari Novel karya Gol A Gong, jangan sampe tidak diapresiasi oleh pemerintah daerah, karena alasan penulisnya bukan orang Banten, yang bikin filmnya bukan orang Banten. “Bagiku pemikiran seperti itu adalah pemikiran yang picik! Siapa saja yang bisa membangun daerah itu sendiri, kita wajib menghargai dan mengapresiasinya bukan malah membencinya,” tambahku.

Please follow and like us:
error36
fb-share-icon0
Tweet 5

ditulis oleh

golagong

Duta Baca Indonesia 2021-2025 - Penulis 125 buku - Motivator Menulis - Pendiri Rumah Dunia