Malam makin larut.  Yang tersisa kini adalah pengurus Dewan Kesejahteraan Mesjid. Mereka duduk bersila di lantai berkarpet, menengarkan cerita Akbar, yang duduk di kursi ukiran Jepara.  Kedua tangan Akbar bergerak ke sana ke kemari, tasbeh di tangan kirinya berkelebatan di udara, seolah memuncratkan kalimat-kalimat thoyiban milik gusti Allah. Perutnya yang bulat besar berguncang-guncang jika sedang tertawa.

“Pas di depan hajar aswad, ada orang dari Afrika. Tinggi, besar, dan hitam. Pokoknya, jeleklah. Mendorong-dorong tubuh saya! Di depan, istri saya hampir terjatuh. Saya berusaha terus menjagai istri saya. Waduh, saya bisa-bisa terjatuh. Bayangkan, bapak-bapak, ibu-ibu, jika saya terjatuh. Ribuan, bahkan jutaan jamaah haji, akan menginjak-injak tubuh saya. Wah, pulang-pulang, saya tinggal nama saja!”

Istrinya duduk di lantai berkarpet, menyenderkan punggungnya ke dinding. Beberapa kali dia menguap dan menggeser-geser tempat duduknya. Kedua bola matanya diam-diam mengitari pandang, memperhatikan wajah-wajah takjub warga komplek guru.

“Tidak ada jalan lain, saya bertahan saja. Saya membiarkan istri saya yang mencium hajar aswad. Saya sendiri terlempar ke samping. Entah ke mana. Yang penting nggak jatuh. Tapi, saya terpisah dengan istri saya. Ketemu-ketemunya diluar. Dia lagi nangis!” Akbar tertawa-tawa menunjuk istrinya.

Istri Akbar, tersenyum kikuk.

“Pak Akbar,” Cecep mengacungkan tangan.

Akbar tidak bereaksi.

“Pak Haji,” bisik Sofyan di telinga kiri Cecep.

“Maaf, Pak Haji,” Cecep tersenyum meralat.

“Ya, kenapa, Pak Cecep?”

“Maket mesjidnya sudah selesai saya buat, Pak Haji. Kapan kita bisa mendiskusikannya?”

“Sebaiknya jangan membicarakan soal mesjid sekarang,” kata Aris. “Pak Haji ‘kan masih banyak yang mau diceritakan. Iya ‘kan, Pak Haji?”

“Ya, ya, ya! Betul kata Pak Aris!” Akbar setuju. “Soal mesjid, kita bicarakan ba’da Jumatan saja. Bagaimana?”

“Setuju!”

“Tapi, tetep ya, saya dapat sepuluh persen dari setiap dana yang masuk ke mesjid. Karena tanpa lobi-lobi saya di pemerintahan, dana itu tidak akan cair!” Akbar membuka matanya lebar-lebar.

“Setuju, Pak Haji! Yang penting bagi kami, mesjid cepat selesai!”

Please follow and like us:
error36
fb-share-icon0
Tweet 5

ditulis oleh

golagong

Duta Baca Indonesia 2021-2025 - Penulis 125 buku - Motivator Menulis - Pendiri Rumah Dunia