Tapi sejak 2019, karena ada pembebasan lahan untuk perluasan Masjid Cijawa, Satiri dan keluarganya pindah rumah. Kini mereka menetap di Perumahan Persada Banten, Blok B No 8, Keluarahan Kepuren, Kecamatan Walantaka, Kota Serang.
Lelaki lulusan SMA PGRI 2 Kota Serang (2011) ini merupakan pemuda pekerja keras. Selepas lulus SMA, Satiri langsung bekerja menjadi sales motoris, mejual barang-barang produk Sidomuncul dan berbagai macam merek lainnya selama kurang lebih dua tahun, kemudian berpindah bekerja di salah satu pabrik permen di Cikande, hingga kemudian pada 2016, dia memilih meneruskan usaha kedua orangtuanya berjualan bubur ayam di depan rumah.
“Waktu itu saya lihat bapak udah mulai tua dan sakit-sakitan. Kasihan juga lihat ibu banting tulang sendiri menyiapkan dagangan bubur ayam. Sejak itu, saya ambil alih semuanya. Orang tua biar istirahat dulu aja. Sayang juga kalau tidak diteruskan, karena pelanggan bubur ayam bapak cukup banyak,” Satiri bercerita di Persada Banten, Selasa (12/7/2022).
Menurut Satiri, orangtuanya sudah berjualan bubur ayam sejak tahun 80an, dari zaman pemerintahan Soeharto. Hasani, orangtua Satiri meninggal pada 2016. Kini Satiri tinggal berdua dengan ibunya. “Kata almarhum Bapak, dulu jualannya di Bunderan Ciceri, yang sekarang jadi kantor KPU Kota Serang. Dulu itu tempat mangkal tukang becak. Ramai orang lalu-lalang,” kenang Satiri.
Sejak pindah rumah di Persada Banten, usaha bubur ayamnya sudah ditinggalkan. Sekarang Satiri punya usaha baru, yaitu membuka kedai kopi, aneka jus buah dan seblak. Nama tempatnya ia beri nama Kedai Satirist. Buka dari bada duhur, hingga pukul 22.00 WIB.
Selain berjualan, ternyata Satiri memiliki bakat terpendam, yakni bakat melukis wajah atau membuat sket wajah seseorang. Kegemarannya melukis ini diakui Satiri datang tiba-tba saja, ketika dirinya memiliki banyak waktu luang usai berjualan bubur ayam saat di Cijawa dulu.
Ia melanjutkan cerita, awal mula belajar melukis dari iseng-iseng semata. Sambil mengisi waktu luang. Biasanya dia akan mulai melukis sore hari hingga menjelang magrib.
“Belajar lukis otodidak saja. Saya ngulik sendiri. Awal-awal saya coba bikin gambar-gambar kartun dragon ball, lama-kelamaan coba buat sketsa wajah kekasih yang sekarang sudah jadi mantan, pernah juga melukis wajah Jokowi, Soekarno, melukis Slash gitaris band legendasirs Guns N’ Roses, Swasti Sabdastantri atau Chua Band Kotak, Nike Ardilla, hingga menggambar wajah temen satu geng,” kata pria yang masih sendiri ini.
Satiri melanjutkan, awalnya gambar wajah para tokoh yang dia buat, tidak langsung jadi sempurna. Namun, berkat ketekunan dan latihan terus-menerus tanpa henti, setiap goresan lukisan dari tangan Satiri mulai terlihat bagus.
“Sampai pernah terima order sket wajah mahasiswa Unsera yang mau diwisuda. Mereka tahu saya bisa melukis dari facebook, karena saya memang rajin memposting hasil lukisan saya di sana. Kemudian dari teman-teman yang minta dilukis wajahnya,” terang pria yang memiliki zodiak Scorpio ini.
Dari setiap satu orderan membuat lukisan wajah orang lain itu, Satiri bisa mendapatkan honorarium Rp.100.000,- untuk ukuran kertas A4 dan Rp.150.000,- untuk ukuran 30×50. Jika si pemesan sekaligus ingin ada bingkainya, harganya akan beda lagi.
Satiri mengaku sejak kecil sudah hobi gambar dan musik. Awal-awal dirinya sedang semangat melukis itu terjadi pada rentang waktu 2016-2018. Bagi Satiri, dengan melukis bisa membuat dirinya tenang dan damai. “Melukis buat pelarian kalau lagi jenuh. Lagi ada masalah, bawa ngelukis. Dari sana bisa terlupakan. Melukis juga buat mengasah konsentrasi dan ada ketenangan jiwa saat melukis,” ujarnya.
Tapi sekarang Satiri sudah jarang melukis. Ia mengaku waktunya agak susah sekarang karena sibuk jualan. “Saya sedang coba fokus ke bisnis. Terakhir ngelukis itu judulnya sahabat kecil yang dibuat pada Agustus 2018. Tahun itu juga sebenarnya ada tawaran buat ngelukis mural di tembok sebuah café di Anyer. Tapi enggak kepegang,” paparnya.
Satiri menuturkan, sebenarnya hati kecilnya ingin terus mendalami ilmu melukis, tapi tanggung jawabnya di usaha kedai memerlukan waktu yang lumayan menyita. “Hati kecil pengen banget fokus ngelukis. Tapi terbentur waktu juga, karena untuk kebutuhan kedai dan melayani pembeli, saya pegang semua. Malam hari udah cape dan istirahat. Pagi sudah mesti belanja ke Pasar Induk Rau. Jadi waktu buat ngelukis udah ga kebagian,” pungkasnya. *