
Kota Serang sebagai sebuah daerah otonom hasil pemekaran dari kabupaten Serang kini menginjak usia pancadasa (lima belas ; sansekerta). Tanggal 10 Agustus disepakati sebagai hari keramat Kota Serang, bermula dari UU Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Serang di Provinsi Banten, yang disahkan pada tanggal 10 Agustus 2007. Kelahirannya juga tak lepas dari sejarah terbentuknya provinsi Banten yang bermula dari UU Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten, yang menetapkan Serang sebagai ibu kota bagi provinsi belia ini.

Namun, kota Serang sebagai ibukota provinsi, masih jauh dari kata ideal layaknya ibukota provinsi lain. Padahal bilangan lima belas tahun bukanlah waktu yang singkat untuk mengejar ketertinggalannya, tapi upaya-upaya percepatan pembangunan sangat tidak terasa. Alih-alih membuat konsep kota kreatif, pemerintah kota Serang malah membuka diri sebagai tempat pembuangan sampah dari Tangerang Selatan dengan dalih PAD. Padahal persoalan di TPSA sendiri masih menyisakan banyak masalah, salah satunya karena masih menggunakan sistem open dumping, belum sistem sanitary landfill sesuai UU No. 18 / 2008, dimana pemda harus meninggalkan sistem open dumping sejak 2013 karena dinilai merusak lingkungan.

Sebagai pelaku ekonomi kreatif, sekaligus warga kota Serang, kita acapkali merasa iri melihat kota lain yang sibuk melakukan langkah-langkah inovatif dan kreatif, terlebih saat UNESCO Creative Cities Network (UCCN) atau Jejaring Kota Kreatif UNESCO menetapkan Pekalongan sebagai Kota Kriya dan Seni Rakyat yang dinobatkan pada tahun 2014, Bandung sebagai Kota Desain yang dinobatkan pada tahun 2015, Ambon yang dinobatkan sebagai Kota Musik tahun 2019, serta Jakarta sebagai Kota Sastra yang dinobatkan pada tahun 2021. Jejaring Kota Kreatif adalah mitra istimewa UNESCO yang tidak hanya sebagai platform untuk merefleksikan kreativitas pendorong pembangunan berkelanjutan, tetapi juga sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya berbagai tindakan dan inovasi.
Tonton Video: