Cerpen Gol A Gong: Bu Guru Wawat dan Buyung

Kelas ini memang istimewa. Pihak sekolah tidak bisa berbuat apa-apa karena anak-anak di kelas ini selalu mengharumkan nama sekolah. Itu sebabnya dia memlih jadi wali kelas. Misalnya Heru, juara taekwondo. Irna si pelari 100 meter yang memecahkan rekor Pekan Olahraga Pelajar se-Kabupaten. Dodi si perenang yang menembus level provinsi. Linda si jago monolog yang masuk sepuluh besar tingkat nasional. Dan anak itu, yang cerpen dan puisinya malang melintang di media massa nasional. Sungguh kelas yang menakutkan dari perilaku anak-anaknya tapi sekaligus memiliki prestasi yang membanggakan.

Bu Wawat kadang berpikr, anak-anak di kelas ini ayah dan ibunya dari jenis apa, ya? Berapa IQ mereka? Ini ibarat kelas anak berkebutuhan khusus. Anak-anak yang berbakat. Anak-anak yang memiliki kecerdasan majemuk. Ini harta karun yang harus dirawat baik-baik.

***

Bu Wawat mendorong pintu pelan-pelan. Hawa panas langsung menerpanya. Ah, ini sudah dia anggap biasa saja. Tapi, tunggu dulu! Ada sesuatu yang lain akan terjadi hari ini. Tapi, apa?

Bunyi meja ditabuh. Suara penyanyi rock. Goyang dang dut. Yang sedang membacakan puisi cinta. Benda-benda seperti UFO berterbangan.

Bu Wawat bertolak pinggang. Dia mencoba melemparkan senyum.

Suara-suara yang bersahutan ibarat pasar malam tetap saja membuat sakit kedua telinganya.

“Diam semuanya!” suara Bu Wawat seperti air, tenang tapi mengalir deras.

“Hey, denger nggak?” Linda mengingatkan. “Tutup mulut kalian! Penguasa sudah datang!” gaya monolognya keluar.

“Eh, Bu Wawat. Kirain siapa!” teriak Dodi si perenang.

Pelan-pelan suara-suara di pasar malam menghilang. Tinggal tetabuhan seperti kendang di bangku belakang. Khas musik dang dut.

“Buyung!” Bu Wawat menegur.

Anak berambut seperti tentara itu menghentikan tetabuhannya. Bu Wawat cukup kaget karena biasanya memerlukan 3 kali teguran untuk membuat Buyung diam. Sekarang hanya sekali teguran langsung diam? Ada apa ini?

Ya, Bu Wawat merasa aneh juga ketika melihat Buyung langsung duduk dengan manis tapi kedua bola matanya menari-nari ke setiap sudut kelasnya. Ada siasat apa lagi ini? Dia harus waspada.

“Bagus! Jadi anak baik seterusnya ya, Buyung!” Bu Wawat memuji.

“Nanti juga kumat lagi, Bu!” Heru si jago taekwondo tertawa.

“Sekarang kita praktik menulis!” sebagai guru Bahasa Indonesia Bu Wawat membalik dan berjalan mendekati papan tulis. Dia menulis dengan huruf kapital: MENULIS PUISI DENGAN TEMA ANTI KORUPSI!

“Huuuu!” Anak-anak bersorak kesal.

“Gantung saja para koruptor itu, Bu!”

“Miskinkan!”

“Jangan kasih lagi hak politiknya!”

“Iya. Masak udah dibui, masih boleh nyalonin jadi bupati!”

Bu Wawat memutar tubuhnya; dia tersenyum dan mengangkat kedua tangannya. Seisi kelas yang tadi saling lempar kekesalan kembali tertib. “Tuliskan, tuliskan semuanya di dalam puisi, ya. Ingat, tidak boleh ada diksi yang kasar!”

Bu Wawat membalik lagi ke papan tulis, hendak menulis sesuatu. Tapi Buyung melempar kapur ke kepala Bu Wawat.

Seisi kelas terdiam seperti kuburan.

“Buyung!” Bu Wawat langsung membalik.

“Apa saya bilang tadi, Bu!” Heru tertawa menang. “Pasti kumat lagi!”

“Baru saja tadi jadi orang baik! Sekarang sudah bikin ulah lagi!” Dia  menudingkan telunjuk tangan kanannya. “Itu tidak sopan! Keluar kamu!”

Seisi kelas memukul-mukul meja.

“Diam semuanya!” Bu Wawat mencoba menjaga wibawanya.

Buyung bangkit dan berjalan mendekati meja bu guru. Dia merogoh tas ranselnya. Ada kotak seukuran buku dibungkus kertas kado bermotif bunga di tangannya. Dia meletakkan kado itu di meja.

“Selamat ulang tahun, Bu Guru Wawat!” suaranya penuh hormat. “Semakin tabah menghadapi murid-murid nakal seperti kami, ya!”

Bu Wawat tidak bisa berkata apa-apa. Dia betul-betul terkejut. Jika Buyung tidak memberinya selamat, dia tidak ingat jika hari ini adalah hari ulang tahunnya.

Happy birthday, Bu Guru!” seisi kelas mengucapkan selamat.

Saat itu juga bel istirahat berbunyi. Buyung bergegas keluar kelas diikuti teman-temannya.

Tinggal Bu Wawat sendirian di kelas menakutkan itu. Dia berjalan ke meja guru. Ternyata kejutannya adalah ini: ucapan selamat ulang tahun.

Bu Wawat duduk. Dipandanginya kado itu. Kedua matanya basah.

Oh! Hanya Buyung – muridnya yang nakal, yang ingat bahwa hari ini dia berulangtahun. Bahkan suaminya yang berselingkuh dengan teman sekolahnya di SMA tidak mengucapkan apa-apa. Memberinya kado apalagi! Tidak pernah.

Tapi, Buyung?

Kedua tangannya bergerak. Dia membuka kertas kado bermotif bunga. Dia buka tutup dusnya karena ada sesuatu yang bergerak-gerak.

Tiba-tiba dari dus itu melompat seekor katak ke dadanya. Dia terjengkang dan berteriak, “Buyuuuuuuung!”

***

*) Serang 18 April 2022

Please follow and like us:
error18
fb-share-icon0
Tweet 5

Satu Balasan untuk “Cerpen Gol A Gong: Bu Guru Wawat dan Buyung”

  1. hahaha…
    Membaca karya Jenengan, seperti semuanya rekaman dalam kehidupan sehari-hari. Terus saya belajar memoles lagi agar bisa berbeda.
    Sudah tanggal 13 Januari 2023, karya itu semoga segera selesai pada waktunya agar bisa bersanding dengan guru virtual Gol A Gong dalam buku terbitan SIP Pubhlising…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

error

Enjoy this blog? Please spread the word :)