Naufal Nabilludin – wartawan golagongkreatif.com, mahasiswa Untirta Serang sedang menjalani pertukaran mahasiswa di Gorontalo

Gema suara dikili yang nyaring sejak pukul 20.00 WITA masih terjaga hingga dini hari. Di bagian tertentu, para pezikir harus berdiri untuk membacakan dikili. Walaupun mayoritas pezikir sudah lanjut usia, namun semangat dan energi mereka seperti anak muda.

Aku juga melihat beberapa orang yang bolak-balik menyajikan minuman kepada semua pezikir yang jumlahnya 303 orang. Setelah itu, balik lagi untuk mengambil gelas bekas ke setiap pezikir. Tugas mereka adalah melayani para pezikir yang melantunkan dikili dari abis isya hingga pagi hari.

Sekitar pukul 02.00 subuh, aku dan teman-teman dipanggil untuk menjadi relawan dadakan yang mengantarkan bubur ayam ke pezikir. Setiap pezikir mendapat 1 porsi bubur ayam di piring kecil dan 1 gelas air putih. Namun, selama pembagian makanan, pembacaan dikili tetap berlangsung. Tidak ada jeda, kecuali sholat subuh nanti.

Kekompakan masyarakat Gorontalo dalam mencintai Nabi Muhammad SAW terlihat dalam wujud pelaksanaan walima di Desa Bongo ini. Selain salut dengan pembacaan dikili yang memakan waktu 10-12 jam. Aku juga salut dengan kerja sama dan kehangatan masyarakat Desa Bongo.

“Semua rumah warga ini, terbuka untuk para tamu yang dikenal ataupun tidak. Mereka menyiapkan makanan spesial,” kata salah satu warga Desa Bongo kepada aku.

“Nanti pagi, setelah acara walima selesai, silakan mampir di rumah mana saja. Mereka sangat senang jika ada tamu yang berkunjung,” sambungnya.

Lantunan dikili berenti sejenak, waktu sudah masuk jadwal sholat subuh. Para pezikir sholat subuh berjamaah dan setelah itu kembali melantunkan dikili dengan suara yang lantang.

Suasana subuh di Desa Bongo ketika walima sama seperti suasana Idul Fitri. Gema dikili terus terlantun, masyarakat sibuk membersihkan halaman rumahnya dan menghias Tolangga.

Tolangga-tolangga yang sudah dihias kemudian diarak ke Masjid At-Taqwa untuk dipajang dan dibagikan kepada para pezikir dan juga pengunjung. Tolangga yang berisi kue kolombengi ini melambangkan rasa syukur dan kegembiraan atas datangnya Nabi Muhammad SAW.

Ada dua bentuk kue kolombengi yang menggambarkan bentuk rasa syukur. Kolombengi berbentuk ikan yang melambangkan rasa syukur atas hasil laut dan kolombengi yang bentuknya bulat seperti buah melambangkan rasa syukur atas hasil alam. Bentuk dan ukuran tolangga juga variatif. Mulai dari yang tingginya 1 meter, hingga 4 meter. Ada juga tolangga yang berbentuk perahu nelayan.

“Hampir setiap rumah membuat tolangga untuk dibagikan kepada para pezikir dikili yang semalaman suntuk membaca puja-puji kepada Nabi. Disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masing-masing,” kata Pak Ramli Ibrahim, ketua takmir Masjid At-Taqwa.

“Semakin bagus hasil tangkapan laut dan hasil panen masyarakat. Semakin bagus juga tolangga yang dibuat,” tambahnya.

Beruntung, aku dan teman-teman pertukaran mahasiswa diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam upacara penyambutan pejabat yang digelar Minggu pagi, 8 Oktober 2023 pukul 09.00 WITA.

Kami bertugas sebagai pembawa tolangga ke masjid berbarengan dengan para pejabat yang datang. Sebelumnya, para pejabat yang datang disambut secara adat dengan tari longgo, tarian yang berasal dari seni bela diri Gorontalo.

Setelah acara penyambutan, para pejabat duduk dalam bersila di dalam bulita, tempat duduk khusus untuk para pemimpin daerah dan petinggi adat.

Acara walima berlangsung secara adat. Ada dua adat yang dipakai pada acara walima di Desa Bongo ini. Adat Hulandalo dan adat Limboto. Keduanya masih sama-sama berasal dari Gorontalo, hanya saja di daerah yang berbeda.

Puncak walima ini tidak berlangsung lama. Acaranya meliputi sambutan pejabat daerah. Meliputi bupati Gorontalo, Prof. Nelson Pomalingo dan Staf Ahli Gubernur Gorontalo, Yosep Koton. Dilanjut dengan pembacaan shalawat dengan bahasa Gorontalo dan doa penutup.

Para pejabat yang berada dalam bulita dihidangkan makanan khas Gorontalo secara adat. Ini yang membuat acara walima di Bongo menarik. Untuk menghidangkan makanan saja harus dilakukan dengan aturan adat. “Ini sudah tradisi turun menurun, kami hanya melanjutkan,” kata takmir masjid.

Setelah semua prosesi adat selesai, para pezikir diatur sedemikian rupa untuk mengambil kue kolombengi yang ada di tolangga. Selain kue ada juga yang disebut toyopo, yaitu anyaman daun kelapa muda yang diisi dengan nasi kuning, lauk pauk, dan telur rebus, yang juga menjadi sajian wajib dalam tradisi ini. Toyopo ini berada di dalam tolangga dan hanya dibagikan kepada para pezikir dikili.

Walaupun para pezikir mencapai ratusan orang, namun pembagian kolombengi dan toyopo berlangsung tertib dan lancar. Tidak terjadi rebutan dan saling dorong.

Setelah selesai, aku dan teman-teman ditawari makan di salah satu rumah warga. Tentu, kami tidak menolaknya. Ikan bakar, daging ayam dan makanan spesial yang dihidangkan kami lahap dengan perasaan senang hati.

Bangga dan senang rasanya bisa melihat dan terlibat dalam acara walima di Desa Bongo. Menurutku, tradisi walima bukan hanya sekedar bentuk kesalehan ritual saja, tapi juga bentuk kesalehan sosial. Keramah-tamahan, jamuan yang spesial untuk tamu, semangat berbagi, dan kepedulian sosial lainnya yang terkandung dalam tradisi ini adalah bentuk kecintaan kepada Nabi dengan cara mengamalkan ajarannya.

Please follow and like us:
error70
fb-share-icon0
Tweet 5

ditulis oleh

golagong

Duta Baca Indonesia 2021-2025 - Penulis 125 buku - Motivator Menulis - Pendiri Rumah Dunia