![](https://i0.wp.com/golagongkreatif.com/wp-content/uploads/2024/02/iblis-sampul.jpg?fit=972%2C634)
Pertama, term ‘betina’ yang seolah mengisyaratkan wujud penghinaan terhadap perempuan. Kedua, pernyataan sutradara (Rako Prijanto) dalam sebuah interview di channel Youtube @BiosclubID yang menyatakan bahwa film ini justru ingin melawan pandangan bahwa perempuan itu lemah. Ketiga, dugaan bahwa film ini membawa pesan kesetaraan dengan dasar term ‘betina’ dan pernyataan sutradaranya dalam wawancara tersebut.
Tepat di hari pertama penayangan, saya menyempatkan diri menikmati film ini dan hasilnya lumayan mengecewakan. Pertama, ide cerita yang sangat familier⸻mirip dengan sebuah kisah yang sering saya dengar sejak kecil. Kedua, tujuan utama yang ingin menonjolkan ketangguhan perempuan malah menjadi bumerang yang berujung pada kelemahan perempuan.
Gagasan Utama yang Sama, Para Betina Pengikut Iblis dan Barsisha al-Abid
Sejak di pertengahan film, saya merasa sangat tidak asing dengan alur film ini. Secara garis besar, film Para Betina Pengikut Iblis bercerita tentang Sumi yang tergoda dengan muslihat iblis. Pada akhirnya, dosa yang telah dilakukan oleh Sumi ‘memancing’ dosa-dosa yang lain untuk menutupi dosa-dosa sebelumnya. Seperti saat Sumi harus membunuh teman baiknya sendiri karena takut dosa sebelumnya terbongkar. Pola seperti ini terus menggelitik rasa penasaran saya tentang perasaan familier yang sejak tadi tak kunjung hilang.
![](https://i0.wp.com/golagongkreatif.com/wp-content/uploads/2024/02/Barsisha-1.jpg?resize=790%2C593)
Akhirnya beberapa menit sebelum film selesai, saya tersadar bahwa film Para Betina Pengikut Iblis memiliki alur dan ide cerita yang sama dengan kisah masyhur Barsisha al-Abid yang berkali-kali dikisahkan oleh guru ngaji saya. Kisah Barsisha sendiri dapat ditemui di dalam kitab Mukhtashar Tadzkiratul Qurtubi karya Syaikh Abdul Wahab as-Sya’roni.
Dikisahkan dalam kitab tersebut bahwa Barsisha merupakan seorang ahli ibadah (al-Abid) yang memiliki enam puluh ribu santri yang semuanya bisa terbang. Sayangnya ketekunan ibadah Barsisha tidak mampu membendung tipu muslihat iblis yang berhasil menjerumuskan Barsisha ke jurang perzinaan. Mirip dengan ketekunan Sumi dalam berbakti kepada Karto yang pada akhirnya juga tertipu oleh muslihat iblis dengan iming-iming kebebasan masa remaja.
![](https://i0.wp.com/golagongkreatif.com/wp-content/uploads/2024/02/banner-betina.jpg?resize=790%2C196)
Selanjutnya Barsisha berzina, lalu membunuh untuk menutupi dosa sebelumnya, hingga akhirnya koid dengan tetap tertipu oleh muslihat iblis. Tak jauh berbeda dengan Sumi yang akhirnya bersekutu dengan iblis, lalu membunuh untuk menutupi dosa sebelumnya, hingga akhirnya nekat membunuh ayah kandungnya sendiri gegara muslihat iblis.
Kendati memiliki pola dan ide cerita yang sana, namun film Para Betina Pengikut Iblis tetap mengalami olah kreasi khas kearifan lokal sebagai bukti modifikasi dan proses berpikir. Oleh sebab itu, saya tidak menyebutkan ‘tidak orisinal’, tetapi ‘kurang orisinal’. Selain itu, film ini menjadi pengingat yang pas untuk menyambut bulan suci Ramadhan yang identik dengan peningkatan kualitas iman.
Awalnya Melawan Permasalahan, namun Tetap Berujung dengan Pelarian
Dalam sesi interview di Channel Youtube @BiosclubID, Rako Prijanto mengatakan bahwa perempuan jauh lebih kuat secara mental daripada laki-laki. Perempuan juga bisa dengan berani membalas dendam sebagai bukti bahwa perempuan bukan sosok yang lemah. Hal ini memang terbukti dengan adegan-adegan Sumi maupun Sari yang dengan brutal melakukan pembalasan dendam terhadap laki-laki yang telah menyakiti orang-orang yang mereka sayangi. Sebut saja Sumi yang dengan tega membunuh ayahnya sendiri guna membalas dendam atas kematian ibunya.
Sayangnya, keberanian dan kekuatan itu bukannya berujung pada ketenangan⸻justru sebaliknya, ketakutan. Sumi mendadak takut atas perbuatannya sendiri, sehingga merencanakan kabur dari desanya sendiri. Lagi-lagi pesan kesetaraan mengalami bias, bahkan kembali jatuh ke dalam pusaran ketakberdayaan. Perlawanan yang dilakukan perempuan (masih) berujung pada kelemahan, alih-alih sampai ke tahap kesetaraan. Atas dasar inilah, saya menyebut pesan kesetaraan yang diusung oleh film ini mengalami ‘bunuh diri’⸻atau dengan bahasa yang lebih simple, sebut saja gagal. Sumi yang digadang-gadang membawa misi kesetaraan lewat keberaniannya membalas ketakadilan hidup, ternyata harus berujung pada ketakutan cum kelemahan.
Agaknya yang menjadi masalah utama kegagalan misi kesetaraan dalam film ini adalah kesalahan konsep kesetaraan. Kesetaraan dimaknai sebagai tindakan yang ingin membalas ketidakadilan dengan cara power over, padahal konsep kesetaraan sepertinya tidak seperti itu. Saya lebih sepakat dengan Marilyn French dalam Beyond Power: on Women, Men, and Morals terkait konsep kesetaraan, yakni kesetaraan antara laki-laki dan perempuan harus ditempuh dengan power to, bukan power over.
Akhir kata, saya sangat menikmati cerita dalam film Para Betina Pengikut Iblis dan tulisan ini adalah bukti nyata ‘kenikmatan’ itu.
![](https://i0.wp.com/golagongkreatif.com/wp-content/uploads/2024/02/banner-iblis.jpg?resize=790%2C300&ssl=1)
*) Tentang Penulis: Dosen Bahasa Indonesia di Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa dan Sastra Satya Widya Surabaya. Buku kumpulan esai Wasiat Nabi Khidir untuk Rakyat Indonesia (2020). Peserta Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia (MUNSI) yang ke-3 yang diadakan oleh Balai Bahasa, Masterclass penulisan skenario film yang diadakan oleh Kemenparekraf. Menulis di beberapa media dan memenangkan beberapa perlombaan menulis tingkat nasional.
![](https://i0.wp.com/golagongkreatif.com/wp-content/uploads/2024/02/banner-lakop-1.jpg?resize=790%2C258)
REDAKSI LAYAR BIOSKOP: Resensi film di Layar Bioskop, harus orisinal. Penonton harus terhubung langsung dengan filmnya. Hindari definisi-definisi, upayakan ada detail suasana bioskop dan penonton. Teknik menulis travel writing sangat ditunggu. Lengkapi dengan foto selfie dengan poster film, suasana lobby bioskop, dan tiket bioskopnya. Panjang 500 hingga 700 karakter. Honor Rp. 100 ribu. Terbit tiap Jum’at , 2 mingguan, bergiliran dengan resensi buku di Rak Buku.
![](https://i0.wp.com/golagongkreatif.com/wp-content/uploads/2024/02/banner-kemdikbudristek-1-1.jpg?resize=790%2C229)
![](https://i0.wp.com/golagongkreatif.com/wp-content/uploads/2024/02/dbi-logo-2.jpg?resize=790%2C340)