Oleh: Justicia
Han Kang, penulis asal Korea Selatan, baru-baru ini meraih Penghargaan Nobel dalam bidang Sastra 2024 yang diselenggarakan oleh Swedish Academy. Karya-karyanya terpilih karena kemampuannya menggambarkan trauma sejarah dan mengekspresikan kerapuhan manusia secara emosional, dengan prosa puitis yang menyentuh hati dalam setiap kalimatnya.
Han Kang lahir dan tumbuh dalam lingkungan yang kental dengan dunia sastra. Ayahnya, yang juga seorang penulis, memberikan pengaruh besar dalam membentuk kecintaannya pada sastra Korea.
Novel pertamanya yang diterjemahkan ke dalam bahasa asing adalah The Vegetarian, yang memperkenalkan sastra Korea ke panggung dunia, menjadikannya tidak hanya konsumsi masyarakat Korea, tetapi juga global. Penghargaan bergengsi ini tidak hanya membawa nama baik bagi dunia sastra Korea, tetapi juga bagi Korea Selatan itu sendiri.
Dikutip dari The Guardian, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol memberikan ucapan selamat kepada Han Kang atas keberhasilannya mengangkat sastra Korea dan mengonversikan sejarah kelam masa lalu negara tersebut menjadi sebuah karya sastra yang fenomenal.
Melalui karyanya, Han Kang berhasil menggugah pembaca dengan menggali emosi terdalam, mengeksplorasi sifat, perilaku, dan interaksi antar manusia, sambil dengan berani menyentuh topik-topik sensitif seperti patriarki, feminisme, dan kekerasan.
Sebagai seorang penulis, Han Kang menjadikan sastra sebagai bentuk ekspresi, komunikasi, dan kritik terhadap dunia sekitarnya serta pengalaman hidupnya. Namun, sebagai seorang penulis di Korea Selatan, ia tak lepas dari tantangan yang datang dari kekangan kebebasan berpendapat.
Pada masa pemerintahan Park Geun-hye, ia sempat masuk dalam daftar hitam seniman yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai pemerintah saat itu. Setelah novel Human Acts dirilis, yang mengisahkan tragedi Gwangju Uprising pada 18 Mei 1980—sebuah pemberontakan demokrasi oleh masyarakat untuk melawan pemerintahan militer diktator Chun Doo-hwan—Han Kang mendapat penolakan keras dari pemerintahan Park Geun-hye.
Novel tersebut bahkan didiskualifikasi dari putaran final seleksi proyek buku pemerintah, karena dianggap mengandung ideologi yang bias dan mengkhawatirkan. Ketika The Vegetarian memenangkan International Booker Prize pada 2016, Presiden Park menolak memberikan ucapan selamat kepada Han Kang sebagai bentuk protes terhadap ideologi dalam karyanya.
Meski menghadapi berbagai bentuk penyensoran, Han Kang terus melanjutkan karier sastra dan mengembangkan karya-karyanya. Salah satu novel terbarunya, yang saat ini sedang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, berjudul We Do Not Part. Novel ini kembali menyentuh sejarah kelam Korea Selatan, kali ini berkisah tentang pembantaian yang terjadi pada akhir tahun 1940-an di Pulau Jeju.
Setelah meraih Penghargaan Nobel Sastra, yang disertai dengan sertifikat penghargaan, medali emas, dan hadiah uang sebesar 1 juta dolar Amerika, Han Kang menarik perhatian dunia. Namun, dengan rendah hati, ia memilih untuk menolak konferensi pers yang biasanya menjadi bagian dari perayaan atas prestasi besar tersebut.
Han Kang menjelaskan bahwa, setelah karyanya kini diakui secara global, perannya tidak hanya berfokus pada dampak di Korea, tetapi juga di dunia internasional. Mengingat situasi dunia yang penuh dengan konflik, seperti perang antara Rusia dan Ukraina serta ketegangan antara Israel dan Palestina, Han Kang merasa tidak tepat untuk merayakan pencapaiannya dengan konferensi pers.
“I’m going to have tea with my son” katanya.