
Kegiatan menulis, atau mencipta karya sastra, dimulai dari adanya ide. Begitu pula dalam menulis cerita pendek (cerpen) atau novel/serial. Ide adalah gagasan dasar yang menjadi landasan tematik bagi penulisan cerpen. Nah, bagaimana caranya menemukan ide? Itulah perbedaannya jika saya sebagai penulis, misalnya, traveling bersama kamu. Kalau kamu sekadar meliha peristiwa saja saya justru menemukan ide tulisan dari peristiwa itu.

Bagaimana caranya saya bisa menemukan ide? Padahal kamu dan saya sama-sama melihat peristiwa itu? Setiap saya traveling dan singgah di suatu kota, selalu menggunakan metode jurnalistik untuk bisa menemukan ide. Unsur berita adalah cara paling produktif dan efektif, yaitu 5W plus 1 H. Coba saja kamu pahami penjelasan ini:
Baca juga tips menulis ala Gol A Gong di sini. Anda dijamin bisa menulis dengan baik dan benar.

What (Apa): Apa yang terjadi? Ini adalah inti dari peristiwa atau cerita.
Who (Siapa): Siapa saja yang terlibat? Karakter atau tokoh.
When (Kapan): Kapan peristiwa itu terjadi? Menentukan konteks waktu.
Where (Di mana): Lokasi kejadian, latar tempat.
Why (Mengapa): Alasan di balik peristiwa, yang sering kali menjadi konflik atau motivasi cerita.
How (Bagaimana): Bagaimana peristiwa itu terjadi? Detail yang menjelaskan alur atau proses.
Dengan mengajukan pertanyaan ini, seorang penulis tidak hanya melihat peristiwa, tetapi juga menganalisisnya secara mendalam untuk menemukan elemen cerita yang menarik. Saya pasti akan menemuka ide. Jadi, traveling ala penulis itu bukan sekadar melihat, tapi menemukan.

Setelah menemukan ide dari fakta peristiwa anak-anak yang memunguti sampah plastik itu, saya menggunakan unsur intrinsik untuk mengembangkan idenya. Inilah imajinasinya. Jadi jelas ya perbedaan saya yang penulis dengan kamu. Perbedaan utama antara kamu yang sekadar melihat dan saya yang menemukan ide adalah cara kita memandang peristiwa.

Saya yang penulis memanfaatkan rasa ingin tahu, mengamati detail kecil, dan berpikir kritis untuk mencari potensi cerita di balik kejadian. Misalnya, dari keramaian di pasar, saya yang seorang penulis mungkin tidak hanya melihat transaksi tetapi juga cerita manusia di baliknya: pedagang yang berjuang, pembeli yang tergesa-gesa, atau anak kecil yang tersenyum polos.

Misalnya suatu hari saya melihat peristiwa anak-anak kampung sedang memunguti sampah plastik di Rumah Dunia yang lokasinya di halaman belakang rumah saya. Bagi saya, ini adalah ide untuk tulisan. Saya melihat anak-anak itu memunguti sampah. Lalu ajak ngobrol menggunakan 5W plus 1H. Saya jadi tahu kalau anak-anak itu memiliki sifat mandiri. Mereka ingin maju, ingin sekolah lebih tinggi. Uang dari hasil menjual sampah plastik itu mereka belikan alat-alat tulis.

Saya dan istri kemudian merancang novel anak-anak. Waktu itu saya masih bekreja di RCTI. Jadi Tias lebih banyak waktu. Apalagi anak-anak itu selepas sekolah sering datang ke Rumah Dunia untuk membaca. Tias mewawancari lebih dalam lagi. Akhirnya Penerbit Senayan Abadi dan Zikrul Hakim menerbitkan 3 novel anak-anak; Mimpi Sauni, Lukisan Aini, dan Hari-hari Angga. Dari Royalti novel itu, kami sisihkan untuk mereka sekolah.

