
Oleh: Naufal Nabilludin
Pernah nggak sih kamu ngerasa kalau hidup ini gak pernah cukup? Meskipun kamu udah punya kerjaan yang bagus, uang cukup, bahkan liburan tiap bulan, tapi entah kenapa tetap aja ada rasa gak puas?
Nah, ini dia yang sering jadi pertanyaan: Jadi sebenarnya yang bikin kita bahagia? Apa bener kebahagiaan itu datang dari materi, pencapaian, atau status sosial yang kita raih?

Kebahagiaan menurut Stoicism bukan tentang hal-hal material seperti itu. Kalau kamu dengar kata bahagia, mungkin yang pertama kali muncul di kepala kamu adalah perasaan senang, gembira, atau euforia. Tapi bagi kaum Stoic, kebahagiaan itu bukan soal hadirnya emosi positif, tapi lebih kepada tiadanya emosi negatif.
Kebahagiaan bukan ditemukan dari kegembiraan atau perasaan “positif” lainnya, melainkan dari kemampuan kita untuk mengendalikan dan mengatasi emosi-emosi negatif.
Stoicism
Kebahagiaan: Bebas dari Emosi Negatif
Dalam bahasa Yunani, kebahagiaan disebut ataraxia (a = tidak, tarassein = bermasalah). Artinya, kebahagiaan itu adalah kondisi di mana kita tidak memiliki masalah atau gangguan (untroubled). Selain itu, ada juga istilah apatheia (a = tidak, pathos = penderitaan), yang berarti bebas dari penderitaan atau emosi yang bisa mengganggu ketenangan jiwa.
Menurut Stoicism, kebahagiaan bukanlah sesuatu yang datang karena kita mendapat hal-hal yang kita inginkan, tapi lebih kepada bagaimana kita bisa hidup dengan ketenangan batin—bebas dari rasa marah, iri, kesal, kecewa, dan emosi negatif lainnya. Emosi-emosi tersebut sebenarnya berasal dari dalam diri kita sendiri, terutama dari persepsi atau opini yang kita buat tentang sesuatu.
Kendali Itu Ada di Tangan Kita
Filosofi Stoicism mengajarkan bahwa segala sesuatu yang sifatnya eksternal—seperti kejadian di luar diri kita—sebenarnya netral. Tidak ada yang intrinsik baik atau buruk, positif atau negatif, sampai kita memberikan interpretasi atau opini terhadap kejadian tersebut.
Seperti yang dikatakan oleh Epictetus:
It’s not things that disturb us, but our opinion of them.
Misalnya, kamu dapat komentar buruk dari atasan atau teman. Banyak dari kita yang pasti merasa kecewa, marah, atau bahkan sakit hati. Nah, menurut Stoicism, perasaan negatif itu nggak muncul begitu saja karena ada yang bilang hal buruk tentang kita. Perasaan itu muncul karena kita memberikan opini terhadap apa yang dikatakan orang tersebut. Kamu mungkin berpikir:
- “Komentar itu berarti gue nggak cukup bagus.”
- “Dia pasti nggak suka sama gue.”
- “Gue pasti gagal jadi orang yang dihargai.”
Padahal, kenyataannya, komentar buruk itu hanyalah fakta—sesuatu yang netral. Itu nggak berarti kamu nggak bagus atau nggak dihargai. Ada banyak faktor yang bikin orang memberi komentar seperti itu, dan nggak semuanya berkaitan dengan siapa diri kamu sebenarnya. Mungkin dia hanya lagi stres atau nggak tahu cara menyampaikan kritik dengan baik.
Tapi karena kamu memberikan opini seperti itu, kamu jadi terjebak dalam emosi negatif. Itu semua berasal dari persepsi kamu terhadap situasi tersebut. Padahal, kejadian itu sendiri, yaitu komentar itu, hanyalah fakta yang netral—seseorang memberi pendapat, dan itu saja.
Mengendalikan Opini: Kunci Menuju Kebahagiaan
Dalam Stoicism, jika kita bisa mengendalikan opini yang muncul dalam pikiran kita, kita bisa mengatasi emosi negatif itu. Dan jika kita berhasil mengatasi emosi negatif, maka kita akan menemukan kebahagiaan.
Bukan berarti kita harus berhenti merasa atau menekan emosi. Tapi lebih kepada memilih untuk tidak terjebak dalam emosi yang merugikan kita—seperti marah, kesal, atau merasa rendah diri. Kita bisa memilih untuk melihat segala sesuatu dengan lebih bijak, lebih tenang, dan lebih realistis.
You have power over your mind, not outside events. Realize this, and you will find strength.
Marcus Aurelius, filsuf Stoic
Kita memiliki kendali penuh atas pikiran kita sendiri. Bukan pada kejadian-kejadian eksternal, tapi pada bagaimana kita memilih untuk menanggapinya. Jika lo bisa memahami ini, lo akan merasa lebih kuat dan lebih damai.
Jadi, kebahagiaan menurut Stoicism itu bukan tentang mendapatkan apa yang kita inginkan atau mencapai tujuan yang luar biasa. Kebahagiaan itu hadir ketika kita bisa menerima kenyataan tanpa terlalu terikat pada emosi negatif yang muncul dari opini kita. Ketika kita bisa mengendalikan pikiran dan persepsi kita, kita bisa menjalani hidup dengan damai dan tanpa kekhawatiran yang berlebihan.

