Saat di SMA kelas 1, sekitar 1980, umurku sekitar 17 tahun, aku merayakannya di kamar tepat di ujung malam dengan berdo’a, “Ya Allah, sukseskan aku jadi penulis. Jika aku sukses, maka akan aku bangun tempat untuk anak-anak muda belajar jurnalistik, sastra, dan film di masa depan. Tempat seperti Ali Sadikin bangun di Jakarta, yaitu gelanggang remaja.”
Begitulah doaku. Dan Allah memenuhi permintaanku Aku sukses sebagai penulis. Aku harus memenuhi janjiku kepada Allah SWT, yaitu membangun tempat untuk anak-anak muda belajar jurnalistik, sastra, dan film. Kemudian tempat itu kita kenal dengan nama: Rumah Dunia.
Pertanyaannya, kenapa aku ingin membangun tempat seperti itu – Rumah Dunia? Selain karena janjiku kepada Allah SWT, tentu karena jurnalistik, sastra, dan film yang membuatku jadi berdaya. Setelah tangan kiriku diamputasi pada 1974, tiga disiplin ilmu itulah yang membuatku mampu bertahan hingga sekarang. Aku lupa bahwa hanya memiliki satu tangan.