Oleh: Naufal Nabilludin

Pernah nggak sih, saat sesuatu yang buruk terjadi, kamu langsung merasa semuanya berantakan? Atau menyalahkan diri sendiri, mikir kalau itu semua gara-gara kamu? Nah, ini yang sering jadi jebakan dalam pola pikir kita saat menghadapi masalah.

Dalam buku Option B karya Sheryl Sandberg dan Adam Grant, yang juga dikutip dalam Filosofi Teras oleh Henry Manampiring, dikenalkan konsep 3PPersonalization, Pervasiveness, dan Permanence—sebagai cara untuk memahami pola pikir yang dapat menghalangi atau menghambat proses pemulihan dari musibah.

Personalization: Jangan Menyalahkan Diri Sendiri

Personalization adalah kecenderungan seseorang untuk menyalahkan diri sendiri atas segala hal buruk yang terjadi. Menurut Sheryl, penting bagi kita tidak menyalahkan diri sendiri ketika terkena musibah atau hal buruk yang terjadi. Kita harus sadar bahwa tidak semua ha berada dalam kendali kita.

Kalau terus menyalahkan diri sendiri, beban emosinya menjadi semakin berat, padahal mungkin masalahnya lebih kompleks dari itu.

Pervasiveness: Masalah di satu aspek, bukan berarti masalah di seluruh hidup

pervasiveness adalah keyakinan bahwa satu masalah akan menginfeksi seluruh aspek kehidupan kita. Ketika satu hal di hidup kita kacau, rasanya semua ikut berantakan.

Misalnya, kamu gagal di ujian masuk kampus negeri, terus langsung mikir, “Aku gagal total. Kayaknya aku nggak bisa sukses.”

Padahal, hidup nggak dilihat dari satu sisi aja. Masalah di satu aspek, misalnya di pendidikan, nggak berarti hubungan kamu sama keluarga, teman, atau hal lain juga gagal.

Sheryl ngajarin kita buat memisahkan masalah itu. Satu bagian hidup boleh lagi berat, tapi coba lihat hal-hal lain yang masih baik-baik aja. Ini bikin kita nggak gampang terjebak dalam kesedihan yang terlalu luas.

Permanence: Semua Masalah Pasti Akan Berakhir

Pola pikir terakhir yang perlu diatasi adalah permanence, yaitu keyakinan bahwa rasa sakit atau penderitaan akan berlangsung selamanya. Ketika seseorang mengalami kegagalan besar, sering kali muncul perasaan bahwa hidup tidak akan pernah kembali normal. Pola pikir ini sangat berbahaya dan membuat kita terjebak dalam masalah.

Kita harus yakin dan percaya bahwa masalah atau musibah yang sedang kita hadapi akan berlalu. Waktu memiliki cara untuk menyembuhkan luka. Tidak ada emosi yang bertahan selamanya. Stoikisme juga mengajarkan bahwa segala sesuatu di dunia ini bersifat sementara, sehingga kita dapat lebih mudah melepaskan diri dari penderitaan.

Pola pikir 3P ini sebenarnya sederhana, tapi dampaknya besar. Jangan terlalu menyalahkan diri sendiri (personalization). Jangan biarkan satu masalah bikin seluruh hidup terasa berantakan (pervasiveness). Dan ingat, nggak ada rasa sakit yang bertahan selamanya (permanence).

Henry Manampiring di Filosofi Teras bilang, pola pikir ini sejalan banget sama ajaran filsafat Stoa. Filosofi ini ngajarin kita buat fokus pada hal-hal yang bisa kita kendalikan, dan menerima hal-hal yang memang di luar kuasa kita. Hidup pasti penuh tantangan, tapi kita bisa belajar untuk menghadapi dan tumbuh dari situ.

Pada akhirnya, hidup nggak cuma soal menghindari masalah, tapi tentang bagaimana kita berdamai dengan masalah itu dan tetap menemukan kebahagiaan. Kalau hidup terasa seperti Plan A yang gagal, selalu ada Plan B. Dan siapa tahu, Plan B itu justru lebih baik.

Please follow and like us:
error69
fb-share-icon0
Tweet 5