
Cerpen Anti Korupsi “Blaik”, yang ditulis Ida Fitri di antologi cerpen “Peti Mayat Koruptor” cukup memikat. Tradisi Jawa, bahwa wanita itu konco wingking bagi pria, menyebabkan wanita terpinggirkan. Ditulis dengan gaya bahasa sederhana, tapi menyedot emosi.

Di buku “Peti Mayat Koruptor” (Gong Publishing 2020) yang diinisiasi Gol A Gong diikuti oleh 58 penulis dengan spirit anti korupsi menyadarkan kita, bahwa korupsi itu menyengsarakan. Cerpen “Blaik” karya Ida Fitri merupakan salah satu karya yang kuat dalam menyampaikan kritik sosial melalui sudut pandang budaya dan isu gender.
Di cerpen Blaik ini ada istilah konco wingking dimana istilah ini merujuk pada tradisi Jawa yang memosisikan perempuan sebagai “pendamping di belakang,” yang mencerminkan subordinasi perempuan terhadap laki-laki dalam struktur sosial tradisional.
Dalam konteks cerpen, posisi ini mungkin dikaitkan dengan bagaimana perempuan sering kali tidak memiliki peran signifikan dalam pengambilan keputusan atau menghadapi dampak langsung dari korupsi tanpa kuasa untuk melawan.


Cerpen Blaik ini tampaknya mengangkat bagaimana ketidakadilan gender dan korupsi memiliki dampak berlapis, terutama terhadap perempuan yang terpinggirkan. Tradisi yang menempatkan perempuan dalam posisi subordinat dapat memperburuk efek korupsi, menjadikan mereka korban utama.
Cerpen ini, seperti karya-karya lain dalam antologi “Peti Mayat Koruptor,” menggarisbawahi bagaimana korupsi tidak hanya soal angka-angka besar, tetapi juga soal bagaimana ia merusak nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan dalam masyarakat.Melalui cerpen ini, pembaca diingatkan bahwa korupsi tidak hanya menghancurkan ekonomi tetapi juga memperparah ketimpangan sosial dan gender.
Cerpen “Blaik” berhasil memadukan kritik terhadap budaya patriarki dan korupsi, menjadikannya kisah yang relevan dan bermakna. Dengan gaya bahasa yang sederhana namun penuh emosi, karya ini mengajak pembaca untuk merenungkan peran mereka dalam melawan ketidakadilan.
Tim GoKreaf dibantu asisten AI
