
Saya sebagai Duta Baca Indonesia beruntung bisa mengungjungi Meulaboh dua kali. Pertama diundang Universitas Teuku Umar pada Oktober 2023 dan kunjungan kedua bersama Perpustakaan Nasional RI dan Dinas Perpustakaan Provinsi Aceh, Oktober 2024.

Selesai kegiatan, Ketua IPI Aceh Dr. Nazarudin Musa, mengajak saya ke Desa Ujong Kalak, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat. “Ada tempat bersejarah. Mas Gong pasti suka,” kata Nazarudin.
Saya tentu gembira, karena di antara keindahan alam pesisir pantai Samudra Hindia berdiri gagah Tugu Kupiah Meukeutop Teuku Umar . Ketika saya turun dari mobil, tampak tugu itu sebagai monumen bersejarah yang mengingatkan kita akan perjuangan pahlawan nasional Aceh bernama Teuku Umar.

“Di sini dikenal sebagai lokasi Teuku Umar . Dia syahid ketika berperang melawan penjajahan Belanda pada tahun 1889. Jadi tugu ini sebagai representasi keberanian dan pengorbanannya,” Nazarudin menjelaskan.
Saya tertegun membaca sebuah kalimat yang terukir rapi di dinding marmer. “Singeuh bengoh tajep kupi di Keude Meulaboh atau lon akan mate syahid lam prang suci. Apa artinya ini?” tanya saya.
Nazarudin menerangkan ratinya, “Besok pagi kita akan minum kopi di Meulaboh atau saya akan syahid di Perang Suci. Itulah kalimat terakhir Teuku Umar. Dan dia tidak pernah kembali minum kopi bersama para pejuang lainnya.”



Setiap tahun, masyarakat Aceh Barat memperingati Haul Teuku Umar pada 11 Februari untuk menghormati jasa-jasa pahlawan ini.
Hati saya bergetar mendengarnya. Saya pernah menonton film epos Perang Aceh berjudul Tjut Nyak Dien, yang disutradarai Teguh Karya. Slamet Raharjo sebagai Teuku Umar dan Christine Hakim berperan jadi Tjut. Saya juga pernah mengunjungi makam Tjut di Sumedang.

Bagi saya, monumen ini lebih dari sekadar destinasi wisata, ia merupakan simbol identitas dan sejarah masyarakat Aceh yang menyulut api nasionalisme kita.
Sebelum kembali ke Banda Aceh, kami mampir dulu ke Dinas Perpustakaan Aceh Barat dan salat Ashar di masjid Agung Meulaboh.
Gol A Gong

