“Tadi malam saya ditakdirkan Allah mendapat Anugrah SASTRAWAN ADILUHUNG pada perayaan HARI PUISI INDONESIA.. Mohon doa semoga saya tidak sombong,” begitu bunyi pesan Zawawi Imron di beberapa gru WA.

Tentu saya bangga mendengarnya. Dua puisinya menyihir saya, yaitu “Nagasari” dan Ibu. Zawawi memang layak. Puisi-puisinya menggunakan diksi sederhana tapi sarat dengan makna kehidupan. Bacalah puisi Nagasari ini:

NAGASARI
Zawawi Imron

Membuka kulit nagasari
isinya bukan pisang madu
tapi mayat anak gembala
yang berseruling setiap senja.

Membuang kulit nagasari
seorang nakhoda memungutnya
dan merobeknya jadi dua
separuh buat peta
separuh buat bendera kapalnya.

Selesai membaca puisi ini, saya sebagai pembaca puisi merasakan hati saya bergetar, berguncang. Dan selalu membacanya lagi dan lagi. Gila! Puisinya bergerak, ada alur dan plot tapi penuh simbol. Bait pertama dimulai dengan “Membuka”, kemudian bait kedua dengan “Membuang kulit nagasari”. Tidak mudah – bagi saya – menemukan diksi sederhana tapi sangat tinggi maknanya.

Pertama kali saya bertemu Abah Zawawi di Rumah Meranjat milik Eka Budianta. Kemudian beberapa kali s bertemu di Jombang dan Surabaya dalam acara yang digagas Yusron Aminulloh dari Iqro Semesta.

Abah Zawawi, selamat ya. Abah layak mendapatkan Anugerah Sastrawan Adiluhung Hari Puisi Indonesia 2023. Itu sebagai cermin untuk kami yang muda, bahwa menulis puisi itu membutuhkan pergulatan terus-menerus. Selain komitmen, juga konsistensi terhadap setiap kata.

GG

Please follow and like us:
error69
fb-share-icon0
Tweet 5

ditulis oleh

golagong

Duta Baca Indonesia 2021-2025 - Penulis 125 buku - Motivator Menulis - Pendiri Rumah Dunia