
Sisi emosional karakter telah amat diabaikan dalam pembahasan pendidikan moral, namun sisi ini sangatlah penting. Hanya mengetahui apa yang benar bukan merupakan jaminan di dalam melakukan tindakan yang jujur/baik. Seorang murid bisa sangat pintar tentang membedakan antara benar dan salah, namun masih memilih yang salah.
Sebagai contoh ketika hampir seluruh murid menilai berbagai macam perilaku mencontek itu salah. Secara signifikan lebih sedikit murid yang cukup berkomitmen terhadap kejujuran akademik, guna menahan diri dari usaha mencontek ketika mereka dapat melakukannya. Tetapi sejumlah besar murid mengalami kekurangan hati nurani yang berkembang secara utuh, karena mereka merasa tidak berkewajiban untuk menghindari perilaku mencontek yang mereka nilai salah tersebut.

Perilaku salah yang dilakukan seorang murid – misalnya mencontek saat ulangan – menjadi tantangan besar bagi seorang guru. Bagaimana membangun karakter murid untuk sadar dan memiliki kemampuan merasa bersalah agar tidak mengulangi kesalahan yang sama (constructive guilt). Perlu diawali dengan memberikan contoh atau panutan terbaik dari kepribadian sang guru, apabila seorang guru dengan hati nuraninya merasa memiliki kewajiban untuk membangun dan menghidupi nilai tersebut, maka dampaknya akan membantu proses pendidikan moral dan disiplin para murid.
Seberapa jauh seorang guru memberikan materi dan mendampingi murid untuk peduli tentang bersikap jujur dan adil, sudah jelas akan mempengaruhi murid apakah pengetahuan moral tersebut selaras atau mengarah dengan perilaku moralnya. Kesadaran moral, pengetahuan nilai moral, penentuan perspektif, pemikiran moral, pengambilan keputusan, dan pengetahuan pribadi – kesemuanya ini merupakan kualitas pemikiran yang membentuk pengetahuan moral serta berkontribusi bagi sisi kognitif karakter para murid.
