Oleh: Naufal Nabilludin, Relawan Rumah Dunia

Di Rumah Dunia, aku belajar satu hal penting yang selalu kami pegang hingga hari ini: kami menghormati orang bukan karena jabatannya, tapi karena kemampuannya. Prinsip ini, yang disebut meritokrasi, sudah jadi bagian tak terpisahkan dari bagaimana kami menjalankan komunitas ini.

Sederhananya, meritokrasi adalah sistem di mana kesempatan diberikan berdasarkan kemampuan, kerja keras, dan kompetensi. Bukan karena status sosial, koneksi, atau gelar panjang di belakang nama seseorang. Dan aku percaya, inilah cara yang paling adil untuk membangun sebuah komunitas yang sehat dan berkembang.

Di Rumah Dunia, kami selalu memilih orang yang benar-benar paham apa yang mereka bicarakan. Kalau ada undangan untuk mengisi materi yang dicari adalah orang yang memang kompeten di bidangnya. Hasilnya, setiap acara di Rumah Dunia selalu penuh makna. Aku bisa melihat bagaimana pembicara yang datang benar-benar mampu menghidupkan diskusi, memberi inspirasi, dan berbagi pengalaman yang relevan dengan tema.

Di sini, penghormatan kami diberikan kepada mereka yang membuktikan diri lewat karya dan kontribusi nyata—bukan karena jabatan atau status sosialnya.

Di Rumah Dunia, Jabatan Bukan Segalanya
Naufal sedang bercerita tentang feature human interest

Tapi jujur, apa yang kami terapkan di Rumah Dunia ini berbeda dengan pejabat publik di Banten. Aku nggak bilang semua pejabat di Banten nggak kompeten, tapi… yaaa, cukup sering aku bertemu dengan mereka yang sebenarnya tidak paham apa yang mereka bicarakan.

Misalnya, ketika mereka diundang untuk memberikan sambutan di Rumah Dunia. Dari cara bicara saja, hanya membaca teks yang disiapkan stafnya. Bukan hanya itu, kadang isi sambutannya nggak nyambung sama sekali dengan acara yang sedang berlangsung.

Ini seperti mendengarkan orang berbicara tapi tanpa jiwa. Sejujurnya, aku sebagai audiens jadi kehilangan rasa hormat—karena jelas terlihat bahwa mereka tidak mempersiapkan diri, atau lebih buruk lagi, tidak benar-benar mengerti apa yang mereka sampaikan.

Sementara itu, di Rumah Dunia, kami nggak pernah overproud hanya karena ada pejabat yang datang. Kami memang menghormati mereka sebagai tamu, tapi level penghormatan kami nggak pernah “berlebihan.” Kalau mau dihormati lebih, ya buktikan dulu kompetensimu.

Rumah Dunia lebih menghormati seorang penulis pemula yang datang dengan karya sederhana tapi bermakna, daripada pejabat yang datang dengan mobil dinas tapi tidak punya apa-apa untuk dibagikan.

Kenapa Meritokrasi Itu Penting

Bagiku, meritokrasi itu bukan cuma soal “memilih orang yang tepat.” Ini soal menciptakan sistem yang adil. Orang-orang yang bekerja keras, yang terus belajar, yang berjuang untuk menjadi lebih baik—mereka inilah yang pantas mendapatkan tempat.

Tapi kenyataannya, di luar sana, sistem seperti ini masih jarang ditemui. Di banyak tempat, jabatan lebih dihormati daripada kemampuan. Sering kali, yang kita temui adalah orang-orang yang berada di posisi tinggi bukan karena mereka mampu, tapi karena mereka “kenal orang dalam.” Dan hasilnya? Kebijakan-kebijakan yang mereka buat terasa asal-asalan, dan kontribusi mereka minim karena tidak benar-benar memahami tanggung jawab mereka.

Sementara itu, di Rumah Dunia, kami sudah membuktikan bahwa meritokrasi bisa berjalan dengan baik. Sistem ini menciptakan suasana di mana orang-orang saling belajar, saling mendukung, dan saling menghormati berdasarkan apa yang mereka bawa ke meja.

Dan aku yakin, kalau sistem ini diterapkan di ruang lingkup yang lebih luas seperti pemerintahan, hasilnya akan luar biasa.

Singapura: Contoh Nyata Keberhasilan Meritokrasi

Singapura adalah contoh nyata bagaimana meritokrasi bisa menjadi kunci keberhasilan sebuah negara. Pemimpin-pemimpin politik dan pejabat publik di Singapura dipilih melalui proses yang sangat ketat, di mana kompetensi, kemampuan manajemen, dan integritas menjadi tolok ukur utama. Misalnya, para menteri di sana sering kali berasal dari universitas terbaik di dunia, seperti Harvard atau Cambridge, dan mereka dituntut untuk terus menunjukkan hasil kerja nyata dalam kebijakan yang mereka buat.

Sistem ini memungkinkan Singapura, yang dulunya adalah negara kecil tanpa sumber daya alam yang berarti, untuk tumbuh menjadi salah satu pusat ekonomi dunia dengan standar hidup yang tinggi. Bahkan, keberhasilan Singapura dalam mengelola urbanisasi, pendidikan, dan sektor ekonomi sering dijadikan rujukan oleh negara lain.

Di sektor pendidikan, meritokrasi juga diterapkan dengan sangat konsisten. Peluang pendidikan diberikan berdasarkan kemampuan akademis, dan beasiswa ditujukan kepada mereka yang benar-benar menunjukkan potensi. Di tempat kerja, promosi karyawan lebih sering didasarkan pada performa dan hasil kerja, bukan karena senioritas atau koneksi.

Hasil dari meritokrasi ini? Singapura memiliki tenaga kerja yang sangat kompeten, pemerintahan yang efisien, dan kebijakan yang dipercaya oleh masyarakatnya.

Refleksi: Belajar Menghormati Orang yang Pantas

Aku sering bertanya-tanya, kapan ya meritokrasi bisa diterapkan lebih luas di sini? Bayangkan kalau pejabat publik diangkat berdasarkan kemampuan mereka, bukan koneksi politik. Bayangkan kalau keputusan yang mereka buat didasarkan pada pengetahuan nyata dan pengalaman yang relevan. Aku yakin masyarakat kita akan lebih maju dan lebih sejahtera.

Di Rumah Dunia, kami belajar untuk menghormati orang karena mereka pantas dihormati. Kalau kamu datang ke sini dan diterima dengan hangat, itu karena kamu punya sesuatu yang berharga untuk dibagikan. Kalau kamu dihormati di sini, itu karena kamu telah membuktikan kemampuan dan kontribusimu.

Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Ini juga jadi refleksi untuk diriku sendiri. Apakah aku sudah menjadi orang yang pantas dihormati karena kemampuan dan kontribusiku? Dan untuk kita semua, mungkin ada baiknya kita mulai berpikir ulang tentang bagaimana kita menghargai orang lain.

Jangan mudah terpesona dengan jabatan, gelar, atau status sosial. Lihatlah apa yang benar-benar mereka lakukan, apa yang mereka bawa ke dunia ini.

Please follow and like us:
error69
fb-share-icon0
Tweet 5