Nasib porter di stasiun masih ada, terutama di Gambir. Jika saya traveling naik kereta dan pulangnya membawa barang banyak, saya tidak kuatir. Porter selalu siap sedia membawakan barang-barang saya ke taksi. Bagi saya, porter adalah profesi. Di belakang porter ada keluarga yang harus dinafkahi. Itu sebab setiap berpergian, saya upayakan mencari porter. Profesi ini harus kita support, agar mereka tetap bersemangat bekerja.
Tapi sekarang di bandara Soekarno – Hatta, para porter tidak ada yang reguler. Kecuali di T3 ada porter dengan tarif sekitar Rp 80 ribu. Di Changi, Singapura tidak ada porter. Di beberapa bandara setingkat provinsi, porter masih ada. Mereka sudah menyambut kita di pintu terminal kedatangan. Sisihkan sekitar Rp. 25 ribu – Rp. 50 ribu, mereka akan tersenyum bahagia. Itulah sharing ekonomi. Semoga profesi ini tidak hilang. Jika porter kita pertahankan, itu sama dengan kita mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan.
GG