Oleh Ipit Saefidier Dimyati

Saya pikir galeri itu bukan ruang bebas nilai, bebas kepentingan. Ruang itu dibuat tidak semata-mata untuk ekspresi seni, tetapi juga untuk kepentingan ekonomi dan juga kekuasaan. Oleh karena itu, saat akan melakukan pameran, galeri harus “mengendalikan” karya-karya yang tampil. Agar terlihat sebagai ruang yang “bersih” dari kepentingan, galeri mengangkat kurator yang bertugas menyeleksi karya-karya yang akan dipamerkan.

Sudah tentu pengangkatan kurator tidak sembarangan. Ia dipilih. Pilihannya, sadar atau tidak, berdasarkan kepentingan dari galeri tersebut. Jika sekarang heboh mengenai pameran Yos Suprapto yang dibatalkan, karena kurator tidak setuju dengan beberapa karya yang akan dipamerkan, tidak serta merta berdasarkan pertimbangan objektif sang kurator, tapi karena ada kepentingan galeri yang dilangkahi.

Galeri Nasional dimiliki oleh negara. Kepentingan utamanya menjaga status quo. Jika dalam pameran yang diselenggarakannya ada karya-karya yang mengeritik atau bersebrangan dengan kebijakan pemegang kekuasaan, maka ia akan melakukan pencegahan. Pencegahannya tidak langsung, tetapi melalui tangan kurator.

*) Penulis adalah Doktor, Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Please follow and like us:
error69
fb-share-icon0
Tweet 5