
TUHAN menciptakan taman (surga) sebelum manusia pertama, yakni Adam. Sejak itu taman menjadi tujuan tiap manusia. Untuk senda-gurau dan keriangan. Saya pun selalu terpukau kala dihadapkan oleh taman. Di tempat itu, saya bisa riang, lupa segala rasa dukana. Karena taman (surga) itu bagi pertama kali Adam singgah, para raja pun membangun taman-taman di antara istananya. Untuk keriangan keluarga raja, di saat kapan pun. Di taman itu tentu ada kolam bagi permaisuri dan keluarga berenang dan bersenang.
Saya kerap mengunjungi taman, di manapun saya singgah atau pakansi. Di sana bisa berjam-jam menikmati indah dan suasana. Mengamati hilir-mudik para pengunjung, orang-orang yang mencari sesuatu, atau memburu keindahan di luar rumah. Merasakan saya juga di antara mereka. Kalau ada hal-hal masa lalu yang telah jadi sejarah, saya akan buru kepada orang-orang di sekitar, yang mungkin tahu kisahnya (dongengnya). Banyak bertanya dan banyak mengobrol, niscaya kelak bisa jadi referensi dalam menulis – pesan mendiang Budi Darma suatu masa yang mengekal di benak saya hingga kapan pun. Itu sebabnya, mengapa setiap bepergian (mendiang BD juga berpesan, penulis harus banyak jalan-jalan), saya menyempatkan untuk cari tahu sejarah atau hal-hal yang dikenal dan dikenang di situ. Mungkin menarik untuk ditulis, ditafsir ulang, dan seterusnya.
Kala saya singgah di Pantai Air Manis, Sumatera Barat, di mana “tubuh” Malin Kundang yang mati oleh kutuk ibunya ada di pinggir pantai, saya pun tergugah untuk menulisnya. Namun saya menafsir ulang peristiwa kutuk itu. Lahirlah puisi saya, “Malin dari Cerita yang Lain”, kemudian dimuat harian Kompas dan saya bacakan untuk konsumsi youtue Paus Sastra. Tentang kisah Malin, jug ada dalam puisi saya yang lainnya.

Keterpukauan terhadap “sesuatu ini” yang terus terbangun dalam batin saya yang “sastrawan”. Saya rawat sense of poetick ke mena saya pergi dan menatap. Sampai-sampai kawan menjuluki saya; “tersandung batu pun jadi puisi!” Bagi saya itu tak masalah, justru menguatkan sikap saya, bahwa puisi tak lahir dari sebuah lamunan (kosong) semata. Sang puisi akan (mau) lahir karena sentuhan gairah si penyairnya. Penyair, barangkali, adalah penyihir untuk sesuatu supaya menjadi sesuatu yang lain dan baru.
Taman Sari di Yogyakarta yang saya kunjungi pada 24-27 Oktober 2024 adalah yang kedua kali. Pertama, barangkali 20-an tahun silam. Banyak sekali perubahannya. Masa 20 tahun lalu, hanya tampak tembok-tembok tinggi yang dipenuhi rerumputan. Puing tak berbentuk. Kini, pada 2024, benar-benar drastis perubahannya. Taman Sari, konon bagi keluarga sultan istirahat dan santai, sudah menjadi destinasi wisata DI Yogyakarta. Taman Sari, –seolah-olah demikian adanya kala kesultanan Ngayogyakarta; ada kamar bagi ratu, ada tiga kolam: bawah, tengah, dan atas. Ada undakan, dan seterusnya. Taman Sari yang baru digambarkan seakan-akan dikembalikan dalam ujud sebenarnya pada masa lalu.
Berikut 5 puisi saya tentang taman, pantai, dan ihwal perjalanan, kemudian menetas menjadi puisi.

Isbedy Stiawan ZS
TENTANG KATA DAN KOTA
pabila kota itu telah kaupeluk
izinkan aku mengingatkanmu
tentang kata dan kota
yang pernah kuceritakan
ketika itu kau hanya diam
tanganmu yang lunglai
hanya tertunduk di antara
hurufhuruf itu
yang mengeja kota
yang diam di hujan
dan aku terus membacakan
untukmu. agar kau tak lelap
lalu mengepakkan tangan
terbang…
jika kau sampai di kota itu
hujan berkabar
dingin menyebar
ingatlah cerita yang kukabarban
sebelum ada katakata itu
di lembar puisimu
2022

Isbedy Stiawan ZS
UNTUK SUATU PERJALANAN
aku ingin istirahat
untuk suatu perjalanan
kota demi kota
yang kaudendangkan
akan kusimpan
sebagai halaman
kelak, mungkin saja, jadi
kitab; kau masuk sebagai
kenangan. aku menggumuli
untuk ingatan
bahwa kita pernah bersama
susuri tiap lekuk ini kota
kita jilati segala terbuka
dan diamdiam kembali
ke dalam sunyi
ini juga puisi,
tubuhmu tubuhku
kalimat-kalimatnya
2024

Isbedy Stiawan ZS
TAMAN SARI
kubawa kau ke sini
tiga kolam tersedia
boleh kau pilih: bawah
ataupun di atas. undakan
itu untukmu melangkah
para dayang tak lelah
melayani, tangan gemulai
dan cekatan. –aku akan
menjagamu dari bahaya
yang datang tibatiba–
ini surga kita, bisikku
di luar langit gerah
angin kering, pepohon
terkulai
jinjit langkahmu
jalan seekor kijang
taman selalu sunyi
entah kelak di sini
Ykt, 26-27 Oktober 2024

Isbedy Stiawan ZS
SEJAK ITU
dari jendela berjeruji
kita pandangi kolam
air jernih, ikanikan
memandangi kita
“siapa paling bebas
dan merdeka? tiada
yang mengawas
untuk kesalahan?”
malam berenang
siang menantang
dari jendela berjeruji
ingin sekali melompat
dan cemplung
bersama ikanikan
sejak itu kau tetap
istri, bukan selir di sini!
2024

Isbedy Stiawan ZS
TAK BERADA DI RUANG ASING
kepada Afnan Malay dan Anwar Putra Bayu
kau datang. ruang gaduh
selasar yang juga riuh
setumpuk masa silam
dari segala jalan;
kemanusiaan
sebab kerontang keadilan
di tanganmu, masih kuingat
begitu membayang kuat
selembar sumpah, yang kini
mungkin sudah hampir lapuk
“untunglah aku masih banyak
katakata, kini kujahit lagi
jadi pakaian yang baru. walau
kutahu, negeri ini tak juga
berubah. tak baikbaik saja,”
katamu, yang kucatat
hatihati
kita cari kursi, semoga
tak asing bagi kita; dulu
pernah ke sini. merumuskan
perjuangan + perlawanan
baik dalam kampus, di jalan,
di antara gumpalan asap
dari ban yang membara
dari dunia yang dulu
kau lawan, kau pun kembali
ke ruang sunyi namun
tak asing; kau suarakan
tentang tangan + mulut
punya kepala. kau sebut
(keluarga) fiksi mulyono
dan aku kesima
saat tangan kirimu ke udara
begitu ingin meninju langit
meski terlihat lambat sekali
: aku masih bergetar!
TIM Jakarta 14 Des 2024–Lampung 16 Des 2924



Isbedy Stiawan ZS adalah sastrawan asal Lampung dan alumni Forum Puisi Indonesia 87 yang masih produktif sampai kini. Buku-buku dan karya puisinya kerap memenangkan lomba/sayembara, atau masuk nomine.
Karya-karyanya dimuat Kompas, Horison, Suara Merdeka, Lampung Post, Republika, Koran Tempo, Media Indonesia, Jawa Pos, Tanjungpikang Pos, Riau Pos, Padang Ekpres, Haluan, Bali Pos, Trans Sumatera, Kupas Tuntas, Poros Lampung, Lampung TV, inilampung.com.
Tahun 2022 ia meluncurkan buku puisi terbitan Siger Publisher, yakni Nuwo Badik, dari Percakapan dan Perjalanan, Mendaur Mimpi Puisi yang Hilang, Ketika Aku Pulang (2022), Masuk ke Tubuh Anak-Anak (Pustaka Jaya, Bandung), Biografi Kota dan Kita (April 2023), Puisi Buruk yang Diuntungkan (2024).
Pada 2015 Isbedy pernah sebulan di Belanda dan lahirlah kumpulan puisi November Musim Dingin. Selain itu ia juga pernah diundang ke negara Thailand, Singapura, Brunei Darussalam.

PUISI MINGGU terbit setiap hari Minggu. Silakan mengirimkan 5 hingga 10 puisi tematik. Sertakan foto diri dan gambar atau foto ilustrasi untuk mempercantik puisi-puisinya. Tulis bio narasi dan pengantar singkat. Kirimkan ke email : gongtravelling@gmail.com. Ada uang pengganti pulsa Rp 200.000,- dari Puisi Esai Network. Sertakan nomor WA dan nomor rekening banknya. Jika ingin melihat puisi-puisinya yang sudah tayang, klik banner di bawah ini:
