
Setelah membaca, saya membiasakan diri menulis 2 halaman sehari. Menulis apa saja; status di medsos, esai, puisi, cerpen, atau novel. Saya hanya ingin tidak berhenti berpikir. Dengan menulis, saya mencoba menyeimbangkan pikiran dan perasaan.
Jika hari itu ada peristiwa yang menguras emosi, biasanya saya akan menulis dengan cepat, seolah menumpahan emosi yang membludak di hati dan pikiran. Jika sudah seperti itu, untuk penyeimbangnya, saya akan mencari rujukannya.

Seperti sekarang, saya dengan mudah mencari rujukannya lewat mesin pencari di internet. Bahkan Artificial Intelligence sangat cepat membantu. Jika dulu sebelum era internet, saya harus mencarinya di buku, membuka dan membacainya. Nah, sekaranya saya merujuk ke Surah Al-Alaq ayat 1-5 dalam Al-Qur’an mengandung perintah untuk membaca dan menulis:
- “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
Kata “qalam” dalam Al-Qur’ān disebut dua kali, yaitu pada Surah ke-68 ayat 1 dan Surah Al-Alaq ayat yang ke-4.

Selain itu, Al-Qur’an juga mengandung ayat tentang menulis dalam surat al-Baqarah ayat 282. Ayat ini berisi perintah untuk menulis dalam konteks mendokumentasikan sebuah transaksi.
Bahkan Al Qur’an pun dituliskan. Firman-firman Allah yang turun berupa wahyu kepada nabi Muhammad menurut riwayat para ahli tafsir, ketika Muhammad masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menulis Al-Qur’an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan, dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan.
GG/AI/dari berbagai sumber di internet

