Oleh: Susi Lusiana-Relawati Rumah Dunia

Seminggu sebelum pelaksanaan kegiatan Detik Akhir Detik Awal (DADA), aku mengikuti rapat persiapan yang dipandu langsung oleh ketua pelaksana. Rapat berlangsung seperti biasanya, hingga tiba-tiba sang ketua menunjukku untuk menjadi pembawa acara.

Posisi itu memang belum ada yang mengisi, dan aku tak kuasa menolak. Meski aku pernah menjadi pembawa acara di beberapa kegiatan, baik di rumah maupun di kampus, rasa gugup selalu menghantuiku, terutama ketika berada di tengah kerumunan orang banyak. Namun, karena ini adalah kegiatan pertamaku di Rumah Dunia sekaligus kegiatan terakhir di tahun 2024, aku akhirnya menyetujui tawaran tersebut.

Tiga hari menjelang acara, aku bertemu Wida, yang akan menjadi partnerku membawakan acara nanti. Awalnya, aku tak mengenalnya sama sekali. Namun, setelah berkenalan dan mengobrol, ternyata kami berasal dari universitas yang sama, hanya berbeda jurusan. Hubungan kami pun menjadi lebih akrab seiring persiapan yang kami lakukan bersama.

Namun, satu hari sebelum acara dimulai, kabar duka datang menghampiri kami di Rumah Dunia. Presiden Rumah Dunia meninggal dunia, dan suasana yang tadinya direncanakan meriah untuk menyambut tahun baru harus berubah total. Acara dirombak menjadi momen untuk mengenang almarhum, dengan beberapa hiburan kecil sebagai pelengkap. Malam itu, aku bersama teman-teman lain mempersiapkan berbagai kebutuhan acara hingga larut malam. Aku dan Wida tidak sempat mempersiapkan banyak hal sebagai pembawa acara karena harus membantu mendekorasi tempat kegiatan.

Menjelang acara, kami masih sibuk dengan dekorasi, sebab kekurangan anggota membuat pekerjaan ini terasa berat. Akhirnya, hanya satu jam sebelum kegiatan dimulai, kami baru sempat membuat teks pembawa acara. Meski serba mendadak dan penuh kekurangan, kami berhasil membawakan acara tersebut dengan baik.

Dari pengalaman ini, aku belajar bahwa menjadi pembawa acara di tengah suasana duka adalah tantangan baru bagiku. Biasanya, aku membawakan acara dengan riang gembira, tetapi kali ini aku harus mampu menyeimbangkan suasana. Aku dan Wida berusaha agar penonton tetap merasa terhibur meski dalam suasana berkabung. Acara memang tidak meriah, tetapi cukup menyentuh hati para peserta.

Pengalaman ini menjadi pelajaran penting bagiku. Aku belajar untuk lebih fleksibel menghadapi situasi yang tak terduga dan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan. Kejadian ini juga mengajarkanku bahwa sebagai pembawa acara, aku harus siap dengan berbagai kemungkinan. Jika situasi serupa terjadi di masa depan, aku kini tahu apa yang harus dilakukan.

Please follow and like us:
error69
fb-share-icon0
Tweet 5