
Episode Tiga
JAWARA TERAKHIR
Gol A Gong
Matahari amblas di balik Gedong Negara
lampu kota menyala gembira
sholat mahgrib tiba
orang berdasi, orang berpeci
sibuk menghitung komisi
warga berolahraga resah
apakah lampu mati malam ini
Aku dan Japri perkasa
si tua mantan jawara masih duduk
di bawah pohon asam alun-alun kota
merenda masa lalu berkarat
Somad kecil bersama kakek tercinta
diajari silat kanuraga di padepokan kampung
beratapkan langit menembus malam
menjelajah bulan
“Memahami inti silat adalah kebaikan.
Hindarkan keinginan memamerkan kehebatan.”
Somad diasah kakek serupa biji dan besi
tajam ditempa palu Denok
wejangannya tasbih di kanan
golok disarungkan di kiri
Tiap pagi kakek mengajak Somad ke madrasah
malam hari mengajarinya mengaji kitab di masjid
“Agama tanpa ilmu sesat. Ilmu tanpa agama gelap.
Dan keduanya tanpa silat lumpuh,” Japri tua
terbatuk melontarkan sisa umurnya.
Sampailah suatu hari khabar berdarah
kompeni menemukan Abah mati di mushola penjara
memegang tasbih pisau menancap
di leher dan dada senyum di bibir
merekah melepas nyawa
kompeni mencatatnya
urusan kekuasaan
Somad kecil menangis
di pusara Emak
air matanya menetes
ke pusara Abah
tak berapa lama
tumbuhlah pohon mahoni
kayu terbaik
untuk gagang golok
Ciomas
penanda si anak
jadi jawara
Tumbuhlah, tumbuh
Somad si Japri Perkasa
“Jawara hadir saat prahara.
Seperti awal sang Kiyai melahirkan.
Santri pewaris agama.
Jawara pelindung si lemah.
Akulah pewaris itu. ”
Japri mantan jawara
ingat betul
cerita kakek
leluhurnya ditangkapi
dibuang ke Digul
perkara 1926
jawara diburu
dicap bandit
“Kakek jawara sholat.
Kaket tidak memeras.
Kakek melindungi kiyai.”
Somad terkenang
satu pukulan kakek
penuh amarah
merobohkan
batang pohon pisang
Adzan Mahgrib membelah
keramaian mal
dari masjid Pegantungan
di timur alun-alun
Japri menyeret langkah
mencari air
wudhu
aku jadi ma’mum
Japri Perkasa imamnya
berjamaah
di sitinggil
taman kota
*) Serang 2015-2024

