Rumah, barangkali bukanlah sekadar bangunan berisi sekumpulan orang yang sudah kodratnya saling berhubungan. Di dalamnya, selalu ada identitas dan keunikan bagi tiap-tiap peran yang ada pada ikatan kasih sayang bernama keluarga. Dan di dalam puisi ini, saya menggambarkan identitas dan keunikan tiap peran tersebut dalam tubuh bunga-bunga mawar.

Devy Rianita Hanifah

Hikayat Bunga Mawar yang Rekah di Hati Puisi
: Puan

/1/
Di dalam dada puisi
kita tak pernah dapat mengira
seberapa besar air bah
yang mengguncang
& mengikis karang-karang di bibir atma.
“Tapi di dalam dada puisi, diksi akan nyalar beranak-pinak melahirkan romansa.”
Di antara legam
kecah pahatan cemas telah kaularungkan
menuju labuh keyakinan di dalam raksi tutur puan.

/2/
“Pun di dada puisi pulalah, kata-kata ‘kan membalut alum resahmu yang menggigil.”
Dan, lagi, dari raksi tutur itu
kauseka tangisku yang tumpah—
meredam air bah
yang kian mengganas di dalamku.
Hingga setelahnya, tanyaku kian menggeliat
ihwal ketenangan yang kaubawa
dari raksi tuturmu.
“Dari mana kautemu mantra-mantra itu, Bu?”

/3/
Di sana, senyum kausimpulkan
setelah dada puisi kaubedah
& jawab kauperlihatkan padaku.
“Di dada itu, hati ibu ialah mawar yang rekah, menyerbakkan raksi kehangatan.”

(2024)

#

Setelah Duri Menjadi Tuan bagi Setangkai Mawar
: Tuan

/1/
Mulanya hampa,
mengakar dalam angan
& menjalar tiada arah.
Setangkai mawar yang kosong
membisu di lipatan masa
hingga akhirnya penuh
dicumbu duri-duri berbalut kasih.

/2/
Dari sana, keringat mengucur
bagai darah yang melaju di nadi puisi
membisiki kisah nan tak akan pernah usang, meski tajam bernas luka.
“Pun dari sana pulalah, kelak anyar benih dapat kaujumpa.”
Seperti putik sari yang memerah di pipi puan
setelah duri memagut lekuk tubuhnya
: menjaga cendayam mawar yang mekar di sepasang tangan.

/3/
Benih-benih menumpah riang
setelah kisah kembali dibuka
‘tuk menuntunnya di perjalanan menuju duri-duri lainnya.

(2024)

#

Sajak kepada Benih yang Tertanam di Tubuh Puisi 1
: Sulung

/1/
Izinkan aku memasukimu,
dari celah-celah pintu
yang tak kaututup rapat—
dari tanah-tanah gersang nan tak kenal lelah
membalut laramu yang sering kali berdarah
& bernanah, namun tak pernah kauhiraukan.

/2/
Barangkali, kau adalah benih paling perkasa
bilamana surya meruah—tumpah
masuk melalui retak celah-celah gersang,
lantas membanjuri pundakmu
yang memar, menggalas derita
terselubung tawa.

/3/
Namun, kau tetap tumbuh
meski entah berapa kali daunmu luruh
di antara serpihan luka,
membawamu menuju barisan terdepan
yang nyalar menentang tumbang
: mewartakan lelakon anak sulung.

(2024)

#

Sajak kepada Benih yang Tertanam di Tubuh Puisi 2
: Tengah

/1/
Di wajah sudut setiap ruang
kau adalah sekuntum mawar nan nyalar mengakar
meski acap kali tak terjamah
oleh surya yang enggan berpindah
menyingsing sinar
di luar sana.

/2/
Barangkali, mekarmu sering kali terimpit
oleh angka bersandar genap
yang membalut resahmu
dari redup hening kesendirian—
mengikatmu pada perca-perca lara
tak terjamah.

/3/
Pun tangismu tak pernah benar-benar membuatmu layu
meski tak lagi terhitung berapa banyak nestapa
menghinggapi bungamu,
kau tetap senantiasa mekar
memagut seberinda mawar yang menjalar
: mewartakan lelakon anak tengah.

(2024)

#

Sajak kepada Benih yang Tertanam di Tubuh Puisi 3
: Bungsu

/1/
Pada mulanya hampa,
senarai tanya mengapung di kepalamu
ihwal apa dan untuk apa kaujabat lelakon hidup;
apakah karena sebuah kelalaian semesta
atau memang benar, karena cinta setangkai mawar
dan duri itu meniupkan ingin ke dalam nyawamu?

/2/
Kau semakin tak berdaya
sebab tanya kian beranak-pinak
& mendulangimu dengan gumpal-gumpal kecemasan
pada tiap jengkal usia
yang kaugenggam
di telapak tanganmu.

/3/
Hingga masa di mana kuncup membawamu kepada rekah
membisikimu dengan larik-larik jawaban
pada daun-daun yang tumbuh di tangkaimu;
di sana kau sadar—bahwasanya tiada kelahiran yang sia-sia
sebab setiap yang bernyawa ialah pelengkap
: mewartakan lelakon anak bungsu.

(2024)

#

Amsal Setangkai Mawar di Tubuh Puisi
: Rumah

Di kegersangan
kerap ingin kurebahkan tubuhku
di antara tangkai-tangkai mawar
yang menjalar dan memelukku
di beranda kasih sayang
: kepulangan.

(2024)

#

Tentang Penulis: Devy Rianita Hanifah, gadis yang lahir dan tumbuh di Klaten, Jawa Tengah. Gemar membaca dan menulis puisi. Ia telah beberapa kali menjuarai kompetisi puisi. Beberapa puisinya juga telah dimuat di beberapa media seperti Tempo, Lensasastra, dan Omong-Omong Media. Jejak kepenulisannya dapat dilihat melalui instagram @cederilall__ ya. Salam kenal!

PUISI MINGGU terbit setiap hari Minggu. Silakan mengirimkan 5 hingga 10 puisi tematik. Sertakan foto diri dan gambar atau foto ilustrasi untuk mempercantik puisi-puisinya. Tulis bio narasi dan pengantar singkat. Kirimkan ke email : gongtravelling@gmail.com. Ada uang pengganti pulsa Rp 300.000,- dari Denny JA Foundation. Sertakan nomor WA dan nomor rekening banknya. Jika ingin melihat puisi-puisinya yang sudah tayang, klik banner di bawah ini:

Please follow and like us:
error71
fb-share-icon0
Tweet 5