
Saya sering bingung menghadapi anak Gen Z. Jika ada masalah, dia hanya mau terbuka kepada media sosial. Saya mencoba mengajaknya bicara, tapi dia hanya diam saja. Bagaimana caranya agar dia mau terbuka kepada saya. Kadang saya suka sedih jika membaca statusnya. Padahal ada saya sewbagai ayahnya.
Kamu pasti paham, betapa sulitnya perasaan saya ketika anak lebih terbuka di media sosial daripada kepada saya sebagai ayah. Kita pasti pada posisi sama, bahwa anak Gen Z merasa lebih nyaman berbagi di media sosial karena itu memberi mereka ruang untuk mengekspresikan diri tanpa takut dihakimi langsung. Namun, apakah itu akan selamaya?

Saya mencoba dan berjuang keras membangun komunikasi yang lebih dekat. Berikut adalah beberapa langkah yang bisa kita coba:
1. Bangun Kepercayaan Tanpa Tekanan
- Jangan menghakimi: Ketika anak berbicara, hindari langsung memberi kritik atau nasihat. Dengarkan dulu dengan penuh perhatian.
- Hargai privasinya: Jika anak merasa Anda terlalu sering memantau atau mengontrolnya, ia mungkin semakin menjauh. Tunjukkan bahwa Anda menghormati privasinya.
- Berbicara di waktu santai: Pilih momen ketika anak sedang tidak sibuk, seperti saat makan bersama atau saat suasana santai.
2. Jadilah Pendengar yang Aktif
- Jangan mendominasi percakapan: Biarkan dia berbicara lebih banyak daripada Anda. Jika dia diam, tunggu dengan sabar.
- Tunjukkan empati: Gunakan kata-kata seperti, “Ayah mengerti kalau kamu sedang merasa…,” atau, “Bisa ceritakan apa yang kamu rasakan?”
- Gunakan bahasa tubuh yang positif: Hindari ekspresi wajah yang tegang, dan tunjukkan bahwa Anda hadir sepenuhnya.
3. Gunakan Media yang Mereka Sukai
- Jika dia lebih nyaman di media sosial, cobalah mendekatinya melalui platform yang ia gunakan. Misalnya, kirim pesan singkat atau komentar ringan yang mendukung di statusnya tanpa terlihat mengontrol.
- Berbicaralah tentang hal-hal yang ia minati di media sosial. Misalnya, tanyakan tentang tren atau hobi yang sedang ia unggah.

4. Perbaiki Koneksi Emosional
- Luangkan waktu berkualitas: Lakukan aktivitas bersama yang dia sukai, seperti bermain game, menonton film favoritnya, atau makan di luar.
- Tunjukkan dukungan: Katakan bahwa Anda selalu ada untuk mendukungnya, apa pun yang terjadi.
- Jangan memaksa: Kadang, anak membutuhkan waktu untuk merasa nyaman berbicara. Tekanan justru bisa membuatnya semakin tertutup.
5. Bicarakan Statusnya dengan Bijak
- Jika Anda membaca status yang membuat sedih, tanyakan dengan lembut. Misalnya, “Ayah baca statusmu tadi. Ayah merasa khawatir. Kamu mau cerita?”
- Hindari mengonfrontasi. Fokus pada perasaan yang ingin ia sampaikan, bukan pada tindakannya.
6. Jadilah Contoh yang Baik
- Tunjukkan bahwa Anda juga bisa berbagi cerita tentang perasaan atau pengalaman Anda. Ini memberi contoh bahwa berbicara tentang emosi itu normal dan tidak memalukan.
- Jika Anda merasa sedih atau khawatir, sampaikan dengan jujur tetapi tanpa menyalahkan. Contoh: “Ayah sedih karena merasa belum jadi tempat yang nyaman buat kamu cerita.”

7. Cari Bantuan Profesional Jika Perlu
- Jika anak tetap tertutup atau ada tanda-tanda depresi, pertimbangkan untuk berkonsultasi dengan psikolog keluarga atau konselor.
- Seorang profesional bisa membantu menjembatani komunikasi Anda dengan anak.
Pesan Penting untuk Anda
Ingatlah, hubungan membutuhkan waktu untuk dibangun. Saya akan terus bekerja keras menjadi ayah yang hadir, sabar, dan penuh kasih sayang. Anak mungkin tidak langsung terbuka, tetapi dengan konsistensi, saya harap mereka akan merasa bahwa saya sebagai ayah adalah tempat yang aman untuk berbagi.
Tim GoKreaf/AI

