Ayah dan anak duduk di teras Rumah; mereka bercakap-cakap sambil menghadap ke taman dimana ada pohon mangga, rambutan, dan kersen. Bulan sepotong menggantung di langit.

“Jadi kasmu memilih agnostik,, tidak peduli Tuhan ada atau tidak dan tidak menganut satu agama.”
“Itu lebih baik daripada saya ateis, Ayah.”
“Percaya surga dan neraka? Ah, tidak juga.”

“Kalau kita mati, kita akan dikubur dan dimakan cacing tanah, Ayah. Kalau percaya reinkarnasi, ya, silakan. Siapa tahu jadi presiden.”
“Tapi kamu percaya surga dan neraka tidak?”
“Saya mendengarkan khutbah Jum’at, katnya hanya Islam saja yang masuk surga. Orang baik, jika tidak beragama Islam, tetap masuk neraka. Apakah Tuhan adil, Ayah?”

“Kamu jumatan?”
“Saya mendengarkan khutbahnya lewat live streaming, Ayah.”
Si Ayah mengangguk-angguk.

Si Anak menuangkan lagi kopi ke cangkirnya. “Nambah?”
Ayah menggeleng.

“Katanya dalam Islam, jika kita mati hanya meninggalkan tiga perkara. Ilmu yang bermanfaat, amal jariyah, dan anak yang soleh. Aku bukan anak yang soleh, Ayah. Tapi Ayah bisa masuk surga karena ilmu yang bermanfaat dan amal jariyah. Mestinya 4 perkara, harus beragama Islam. Tapi soal agama tidak disinggung. Jadi hnya tiga perkara saja, Ayah.”

Si Ayah merasa kewalahan. Dia juga pemahaman agamanya tidak sempurna. Dia hanya ingin masuk ke mayoritas saja. Saat muda, anaknya itu seperti dirinya.

Bagi si Ayah, memeluk satu agama itu membuatnya bahagia, hidup jadi tenang. Dia bisa bertemu dengan kawan-kawan kecil setiap Jumatan di masjid kota, bermaaf-maafan ketika salat iedul fitri dan iedul adha di alun-alun kota.Dan tentu selalu beretemu dengan kakak-adik di setiap hari raya itu ketika orang tua mereka sudah tidak ada.

Yang paling si Ayah sukai adalah gerakan salatnya itu seperti sedang melakukan pemanasan dalam bentuk peregangan otot. Juga dalam sehari bisa mencuci bersih wajahnya 5 kali sebelum salat. Baginya itu adalah cara hidup sehat.

“Baiklah. Kamu sudah dewasa. Silakan temukan sendiri keyakinanmu.”

Begitulah percakapan antara ayah dan anak, yang terus mencari kebenaran tentang adanya Tuhan. Pdaahal cara memeercayai adanya Tuhan dapat dilakukan dengan beriman, berdoa, dan menjalankan ibadah sesuai perintah agama. 

Berikut beberapa cara mempercayai adanya Tuhan:

  • Beriman: Percaya bahwa Tuhan adalah satu-satunya Tuhan yang Maha Esa. 
  • Berdoa: Berdoa kepada Tuhan dalam keadaan apapun. 
  • Menjalankan ibadah: Menjalankan ibadah sesuai perintah agama. 
  • Memahami sifat-sifat Tuhan: Memahami sifat-sifat Tuhan yang unik dan sempurna, seperti kemahakuasaan, kemahatahuan, dan kasih sayang. 
  • Mengamati ciptaan Tuhan: Memahami dan menghayati segala sesuatu yang ada di alam, termasuk manusia dan permasalahannya. 
  • Mengamalkan ajaran agama: Mengamalkan ajaran agama yang dianut. 
  • Mengembangkan ilmu agama: Mengembangkan ilmu agama yang dianut. 
  • Meneladani Tuhan: Meneladani cara hidup Tuhan, seperti bagaimana Ia melayani orang lain. 
  • Menjaga ibadah wajib: Menjaga sholat dan ibadah wajib lainnya. 
  • Memohon hanya pada Tuhan: Memohon hanya pada Tuhan. 

Jadi memercayai satu agama itu lebih membahagiakan ketimbang tidak. Kita punya saudara seagama. Kita memiliki banyak kegiatan perayaan agama, memiliki kesempatan untuk bertemu dengan banyak orang. Jika kita mati, keluarga tahu harus dengan tata-cara agama apa dikuburkan. Tapi, kita boleh berbeda dan boleh memilih tanpa ada unsur paksaan karena beragama itu adalah urusan antra dirinya dan Tuhannya.

Tim GoKreaf/AI

Please follow and like us:
error69
fb-share-icon0
Tweet 5