
Paling nggak, sekali dalam sepanjang hidup, kamu tentu pernah mendengar atau mengenal seseorang yang menganggap hari tertentu itu sial atau buruk dan menganggap hari lain penuh keberuntungan atau keberkahan. Bisa jadi, seseorang itu adalah kamu sendiri.
Saya pernah diberi kesempatan magang di sebuah perusahaan selama tiga bulan, hampir setiap Senin tiba, satu di antara ketiga kawan magang saya ada saja yang mengingatkan, “Siap-siap, Senin nih. Pasti kacau (chaos).” Di media sosial, sering juga saya dapati pernyataan-pernyataan bernada pesimistis setiap kali malam Senin menjelang. Senin adalah kabar buruk bagi banyak orang. Terutama bagi pelajar dan pekerja.

Saat saya mencoba berjualan, beberapa orang yang saya kenal percaya kalau hari Selasa penjualan itu pasti sepi, sementara Jumat pasti ramai. Saya sampai melakukan observasi kecil-kecilan untuk membuktikannya.
Bagi kebanyakan orang, hal semacam ini mungkin sepele, tapi bagi saya, karena sudah terlalu sering mendengar orang melekatkan kesialan atau keberuntungan pada hari tertentu, saya memikirkannya dengan cukup serius.
Berangkat dari sanalah ketujuh puisi saya berikut ini lahir. Tujuh puisi yang merupakan rangkaian hari yang setiap hari kita tapaki, meski kehadirannya kadang nggak kita pedulikan benar.
Apakah hari tertentu itu sial atau penuh keberuntungan? Bagaimana kalau kamu mendengar jawabannya langsung dari rangakaian hari itu sendiri lewat ketujuh puisi saya ini. Selamat membaca!
El Rui

El Rui
SENIN
Senin tak pernah menunggu dicintai
ia sudah mencintai dirinya bahkan
sebelum engkau membencinya
Ia tahu bagaimana caranya
merajut kesenangan pada saat
engkau tenggelam di dasar keluhan
Senin tak pernah memaksamu
mencintainya seperti engkau mencintai
jumat petang atau sabtu malam
yang kau harap akan selalu memberi
ketenangan dan kehangatan
Ia tahu bagaimana caranya
mencipta kedamaian
di tengah riuh langkah kaki
laju kendaraan
asap knalpot
jerit klakson
makian
juga hujatan
yang kau lesapkan padanya
Senin tak pernah mengubah
dirinya meski engkau
terus menerus memintanya
Senin tahu nilai dirinya tak terletak
pada bagaimana engkau menilainya
| 5 Februari 2024 |

El Rui
SELASA
Pada saat aku dilahirkan dan kau susupkan
pada jam pintar di tanganmu sebagai penanda
aku tahu dunia tak akan memberiku kemudahan
Menjadi kambing hitam atas segala kesialan yang
kau dapatkan hanyalah satu di antara sekian ujian
yang harus kuterima dan kujalani
Seakan musafir buta tersesat di jalan
penuh lubang dan bercabang
aku mungkin akan kesulitan menemukan dan
menentukan mana jalan yang menuntunku
pada setiap jawaban
Sementara kau terus berharap aku
memberimu keberuntungan
aku tertekan di bawah tatapan
setiap kali waktu makan siang menjelang
Sementara kau terus berharap
rabu datang lebih cepat
aku menghitung bagaimana waktu terus
berjalan tanpa satu pun jawaban kutemukan
pada jalanan berlubang dan
langit petang yang tak bisa kupandang
| 5 Februari 2024 |

El Rui
RABU
Sebenarnya kau menantiku untuk apa
aku terlahir sebagai hari biasa
persis serupa dengan hari lainnya
Tak ada keberuntungan atau kesialan
seperti yang kau duga dan kau sematkan
pada hari sebelum aku
Tak ada hari baik atau hari buruk
aku dan hari lainnya hanya beda nama
tapi tak pernah beda rupa
kami tujuh kembar identik yang
sering kali kau beda-bedakan kehadirannya
Keberuntungan dan kesialan
baik dan buruk
engkaulah yang melekatkannya
kau melakukannya agar tidak buta
tapi kau justru semakin buta dibuatnya
lihatlah bahkan angkasa yang terus berjaga
di atas kepala tak kau sadari kehadirannya
| 6 Februari 2024 |

El Rui
KAMIS
Sebelum melompat
ke dalam kesibukan pagi tadi
kau selipkan sebaris harapan dalam diriku
lalu memintaku menjaganya hingga
akhir pekan tiba
sementara kau bebas berlari ke mana saja
Kau lupa
setiap harapan akan dengan mudah
merupa sebagai beban dan hambatan
saat kau hanya menjadikannya tumpuan
bukan sebagai kawan yang kau temani
di sepanjang perjalanan
Harapan yang kau titipkan
akan tetap
kesepian dan kelaparan
sebab bukan aku yang ia butuhkan
kau yang melahirkannya maka
kau jugalah yang harus menjaganya
agar api di matanya tetap menyala
| 9 Februari 2024 |

El Rui
JUMAT
Semacam liturgi
Aku menjelma
hening
Di atas meja kerja
Hanya ada percakapan
tentang akhir pekan
dan rencana liburan
yang terancam dibatalkan
| 21 Februari 2024 |

El Rui
SABTU
Seperti hijau pada taman
pada kebun
pada gunung
pada hutan
Aku selalu dituntut
mencipta kesegaran
mencipta keriangan
juga mencipta rasa nyaman
Kebisingan adalah kutukan
yang mesti segera aku lenyapkan
semata agar kau lupa pada letih
yang berjaga lima hari sebelumnya
Seperti anggrek bulan
yang tumbuh di tengah
keheningan halaman belakang
kehadiranku selalu kau tunggu
semata untuk kau lupakan
begitu kekasih barumu tiba
dan mendaratkan pelukan juga
ciuman saat malam melipat
dirinya menjadi ranjang
| 23 Februari 2024 |

El Rui
MINGGU
Pada pagi yang
tak menjanjikan apa-apa
kau susuri tubuhku seperti
bayi menyusuri puting ibu
Kekasih yang kau peluk semalaman
menyerpih di atas ranjang
begitu langit menyala
dan kau terjaga
Seakan seorang anak kehilangan
mainan pertamanya
kau terluka
lalu menangis hingga letih
dan tertidur
dan melewatkan hari ini begitu saja
Mengapa waktu berlalu begitu cepat
katamu sambil beranjak dari tubuhku
dan kembali merelakan diri
dilarung kesibukan senin pagi
seakan hidup terus berulang
atau mundur ke belakang
| 24 Februari 2024 |

TENTANG PENULIS: El Rui, lahir dan tinggal di Kota Serang. Penjual buku yang menyukai puisi. Beberapa cerpen dan puisinya pernah dimuat di beberapa koran harian lokal dan nasional menggunakan nama lain. Tulisan-tulisan terbarunya bisa kamu baca di Medium, IDN Times, dan blog pribadinya: penghunipluto.wordpress.com.


PUISI MINGGU terbit setiap hari Minggu. Silakan mengirimkan 5 hingga 10 puisi tematik. Sertakan foto diri dan gambar atau foto ilustrasi untuk mempercantik puisi-puisinya. Tulis bio narasi dan pengantar singkat. Kirimkan ke email : gongtravelling@gmail.com . Ada uang pengganti pulsa Rp 300.000,- dari Denny JA Foundation. Sertakan nomor WA dan nomor rekening banknya.
