KHONG GUAN
Bukan puisi oleh Gol A Gong

Sekarang bukan istriku
jadi polisi
tapi putriku
menuntut ilmu
hingga ke negeri China
melarangku memakan Khong Guan
kaleng ukuran besar

“Pelan-pelan, nanti berhenti,” kata putriku.
“Tak boleh lagi ada Khong Guan. Nanti diprotes orang.
Itu merusak pikiran di hari tua. Perbanyak ibadah di kamar.”

Aku merasa terpisah
masa kecil bermain bambu
di pantai utara Banten
pulang ke rumah emak tersenyum
ada Khong Guan dan teh panas
terhidang di meja makan

*) Serang 28 Januari 2025

Kritik Sosial dalam Puisi:

  1. Modernitas yang Mengikis Tradisi
    • Larangan putri kepada si “aku” untuk memakan Khong Guan melambangkan cara modernitas, kesehatan, dan tren gaya hidup baru mengikis nilai-nilai tradisional. Khong Guan, yang dulunya simbol kehangatan keluarga, kini dianggap tak relevan atau bahkan “berbahaya.” Kritik ini menyoroti bagaimana tradisi dan kenangan sering kali dipinggirkan atas nama kemajuan.
  2. Generasi yang Terpisah oleh Perspektif
    • Putri, generasi muda, digambarkan dengan pandangan praktis, mungkin rasional, tetapi juga dingin dan kurang menghargai makna sentimental. Hal ini mengkritik bagaimana hubungan antargenerasi sering kali terputus karena perbedaan cara pandang dan prioritas hidup.
  3. Kehilangan Kehangatan Keluarga
    • Si “aku” mengenang masa kecil di mana Khong Guan dan teh panas melambangkan kehangatan dan kebersamaan keluarga. Dalam realitas modern, simbol-simbol ini kehilangan maknanya, mencerminkan bagaimana kehidupan modern sering kali menjauhkan manusia dari nilai-nilai kemanusiaan yang sederhana.
  4. Tekanan Sosial terhadap Individu
    • Frasa seperti “nanti diprotes orang” mencerminkan tekanan sosial modern yang menuntut setiap individu untuk hidup sesuai standar tertentu. Kritik ini menyoroti betapa masyarakat saat ini kerap terobsesi dengan penampilan, perilaku, atau pilihan hidup seseorang hingga kehilangan kebebasan pribadi.
  5. Pergeseran Nilai Spiritual
    • “Perbanyak ibadah di kamar” mengisyaratkan kritik terhadap pendekatan sempit spiritualitas yang terisolasi, jauh dari interaksi sosial dan rasa syukur sederhana seperti menikmati makanan atau kenangan bersama. Hal ini menggarisbawahi hilangnya keseimbangan antara nilai spiritual dan kenikmatan hidup.

Tim GoKreaf/AI

Please follow and like us:
error69
fb-share-icon0
Tweet 5