
Oleh: Ulhiyati
November 2024 menjadi bulan yang menyimpan cerita tak tergantikan. Dalam perjalananku menuju konferensi internasional di IIUM Malaysia, aku singgah sejenak di Singapura, kota yang dahulu hanya kujelajahi lewat imajinasi saat menulis novel. Kini, langkahku nyata di atas tanah yang dulu hanya menjadi latar khayalan.
Petualangan ini dimulai dari Bandara Soekarno-Hatta, Terminal 3. Di pagi buta, pukul tujuh, aku dan rombongan bersiap meninggalkan tanah air. Setelah check-in, kami melewati imigrasi dan pemeriksaan barang. Salah satu teman kami harus membuka kopernya karena membawa cairan melebihi batas aturan: setiap wadah maksimal 100ml, semuanya harus muat dalam kantong plastik transparan berkapasitas 1 liter. Kejadian kecil ini menjadi pembuka cerita kami yang penuh warna.

Pesawat melayang, menembus lapisan awan yang memantulkan sinar mentari pagi. Aku duduk terpaku, terpukau oleh pemandangan yang menyuguhkan keindahan langit. Semesta terasa menyambut kami dengan hamparan keajaiban.
Saat roda pesawat menyentuh landasan, Singapura menyapa dengan segala keteraturannya. Setelah melewati imigrasi, kami langsung menuju Jewel Changi Airport. Kami mengikuti petunjuk arah yang tersedia di setiap sudut airport hingga kami sampai pada tempat penjemputan shuttle bus gratis yang akan membawa kami ke Jewel. Teman-teman tidak usah khawatir, ada shuttle bus gratis yang akan mengantar sampai ke Jewel.
Kami pun tiba di Jewel, pusat atraksi yang menawarkan lebih dari sekadar pusat perbelanjaan.

Air terjun HSBC Rain Vortex, yang menjulang di tengah Jewel, mencuri perhatian. Airnya meluncur dari ketinggian, menciptakan tabir tipis yang memantulkan pelangi. Di sekitarnya, taman tropis tumbuh subur, menghadirkan harmoni alam di tengah modernitas. Suara gemericik air berpadu dengan decak kagum para pengunjung, melahirkan suasana magis yang mengundang takjub.
Waktu solat dzuhur telah tiba, sebenarnya kita bisa sokat di sekitar Jewel karena tersedia mushola. Tapi rasa penasaranku membawa langkah lebih jauh. Kami meninggalkan Jewel dan menuju Masjid Sultan untuk melaksanakan shalat Dzuhur. Perjalanan ke sana begitu lancar dengan bus travel yang sudah dipesan. Alternatif lain seperti bus umum atau Grab juga tersedia, dengan tarif berkisar SGD 10-15. Saat Masjid Sultan menjulang di hadapan kami, kubah emasnya berkilau, menandai keagungan bangunan yang menjadi saksi sejarah Kampong Glam.

Di sekitar masjid, banyak restoran dan kafe yang menggoda. Namun, memilih makanan halal membutuhkan ketelitian. Dengan SGD 10, aku menikmati santapan sederhana yang terasa nikmat setelah perjalanan panjang. Perut kenyang, kami melangkah menuju Bugis Street, surga bagi pemburu oleh-oleh. Gantungan kunci, cokelat, dan aneka suvenir lain ditawarkan dengan harga terjangkau. Suasananya yang ramai memberikan kehangatan tersendiri, seperti pasar tradisional yang berbalut modernitas.

Sore harinya, kami tiba di Merlion Park. Patung singa laut yang menjadi ikon Singapura berdiri gagah dengan latar Marina Bay. Meski hujan membatasi eksplorasi, keindahan tempat ini tetap terasa, menorehkan kesan mendalam di hati.
Kami melanjutkan perjalanan ke Gardens by the Bay. Malam hari mengubah taman ini menjadi negeri dongeng dengan lampu-lampu yang menghiasi Supertree Grove. Di bawah gemerlap cahaya, aku merasa seperti berada di dimensi lain—udara segar, pemandangan memukau, dan suasana damai menyempurnakan pengalaman.

Universal Studios menjadi pemberhentian terakhir kami. Meski hanya berfoto di depan globe ikoniknya, rasanya sudah cukup untuk menutup perjalanan ini dengan sempurna. Tempat ini, dengan segala pesonanya, menjadi simbol kegembiraan dan kenangan yang tak terlupakan.
Singapura meninggalkan jejak mendalam dalam benakku. Kebersihan dan keteraturan kota ini menjadi pelajaran berharga. Tak ada sampah berserakan, dan setiap warga mendapat tempat tinggal yang layak. Negara kecil ini berhasil menyelaraskan tradisi dan modernitas, menciptakan harmoni yang menginspirasi.

Bagi siapa pun yang mencari pengalaman lebih dari sekadar perjalanan, Singapura adalah jawaban. Ia bukan hanya destinasi, melainkan cerita yang tertulis indah dalam ingatan dan hati.

TRAVELING setip hari Jumat. Nah, kamu punya cerita traveling? Tidak selalu harus keluar negeri, boleh juga city tour di kota sendiri atau kota lain masih di Indonesia. Antara 1000-1500 kata. Jangan lupa transportasi ke lokasi, kulinernya, penginapannya, biayanya tulis, ya. Traveling di luar negeri juga oke. Fotonya 5-7 buah bagus tuh. Ada honoarium Rp. 100.000. Kirim ke email gongtravelling@gmail.com dan golagongkreatif@gmail.com dengan subjek: traveling.
