Oleh: Zaeni Boli

Narasi-narasi yang terbatas dan informasi yang terputus dari penyebar kabar membuat pembaca bertanya-tanya. Itulah yang sering kita alami saat melihat, membaca, atau menyaksikan berita di media sosial. Masyarakat yang belum melek literasi kadang abai terhadap narasi yang lengkap dalam menyampaikan suatu kabar. Alih-alih tercerahkan oleh sebuah kondisi, pembaca justru terjebak dalam pertanyaan-pertanyaan lain.

Banyak berita yang terputus membuat kita gagal paham dan salah paham atas kabar yang disampaikan. Mungkin masyarakat, termasuk netizen, perlu diedukasi untuk belajar menulis berita singkat yang setidaknya mengandung unsur-unsur dasar penulisan berita, yakni 5W+1H: what (apa), who (siapa), where (di mana), when (kapan), why (mengapa), dan how (bagaimana). Tanpa narasi yang jelas, pembaca akan tersesat dalam pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan.

Belum lagi, terkadang ada saja oknum pembuat berita yang memanfaatkan situasi untuk mendramatisasi keadaan dengan bumbu kebohongan, mengatasnamakan sebuah peristiwa yang terjadi. Contohnya, seperti kejadian kebakaran di Los Angeles beberapa waktu lalu.

Dari situ, kita sebagai pembaca pun dituntut untuk lebih selektif dan cerdas dalam mencerna sebuah berita agar tak mudah terjerumus dalam berita hoaks. Ada baiknya kita kembali mempertimbangkan sebuah berita sebelum buru-buru berkomentar.

Satu hal yang perlu diingat, bijaklah dalam bermedia sosial—baik sebagai penyampai pesan maupun sebagai pembaca.

Please follow and like us:
error69
fb-share-icon0
Tweet 5