
Oleh Muhzen Den
Dewasa ini, media sosial menjadi alat yang sering digunakan warganet untuk mempromosikan produk jualannya, unggah status, unggah foto dan video bersama teman-teman, dan banyak hal yang diunggah.
Kegunaan media sosial jika dimanfaatkan dengan baik akan berdampak positif untuk diri kita. Sebaliknya, jika media sosial digunakan untuk hal kurang baik akan berdampak negatif. Misalnya, menyebarkan berita hoaks, menghina orang, melakukan asusila, dan lainnya. Jejak digital yang ada di media sosial tidak bisa hilang begitu saja. Butuh waktu bahkan sampai orang-orang lupa dengan peristiwa itu.
Makanya, kebebasan bermedia sosial pun dibatasi dengan Undang-Undang ITE untuk meminimalisasi tindakan buruk lainnya. Bahkan, ketidaksengajaan dalam berbuat di media sosial juga ‘terancam’.
Oleh karena itu, kebebasan berpendapat dalam dunia digital harus sesuai regulasinya. Agar tindakan kita sebagai pengguna media sosial tidak kebablasan.
Banyak kasus yang terjadi di dunia digital terutama media sosial. Hanya karena kesalahpahaman dampaknya begitu besar terhadap diri kita sendiri. Warganet yang biasa memantau di media sosial kadang ‘agak’ bosen jika ada oknum berbuat salah, tapi tidak lama kemudian ada klarifikasi minta maaf.
Kejadian-kejadian seperti itu menandakan bahwa kita warganet +62 butuh wawasan tentang bermedia sosial. Sebab, medsos yang diakses semua kalangan umur menjadikan arena digital tersebut tampak riweh dan sembarang.
Adanya aturan-aturan yang dibuat pemerintah terhadap aplikasi digital ini sebagai penyesuaian. Media sosial menjadi manfaat besar jika benar-benar digunakan untuk hal bermanfaat. Namun, akan menjadi boomerang jika media sosial ini digunakan untuk hal remeh dan tidak bermanfaat.
Dengan demikian, kebebasan bermedia sosial butuh filter untuk menyodorkan konten-konten bermoral. Meskipun tak dimungkiri bahwa konten negatif juga banyak di sana. Mari kita menjadi warganet yang bijak dalam bermedia sosial.

