
Bagaimana caranya menikmati puisi? Seperti apa puisi yang bagus atau yang jelek? Tentu untuk memotivasi, tidak ada puisi yang jelek, yang ada adalah puisi yang mengatakan langsung maksudnya, puisi yang mudah ditebak, puisi yang serperti pengumuman di berita TV.

Seperti puisi Zawawi Imron di bawah ini. Ketika membacanya pertama kali hingga sekarang, saya terus membacanya dan menfasirkannya. Ini tentang negeri Indonesia, saya bisa merasakannya. Tapi apa? Hati saya bergetar, tapi tak mampu mengutarakannya. Setelah banyak puisi saya baca, bahkah “Aku” Chairil Anwar tidak membuat saya sebergetar ketika membaca puisi ini.


Puisi Zawawi Imron
NAGASARI
Membuka kulit nagasari
isinya bukan pisang madu
tapi mayat anak gembala
yang berseruling setiap senja.
Membuang kulit nagasari
seorang nakhoda memungutnya
dan merobeknya jadi dua
separuh buat peta
separuh buat bendera kapalnya.
*) 1978 – Puisi ini terkumpul di “Bulan Tertusuk Ilalang” (PN Balai Pustaka)



oOOo
Inilah puisi yang menyihirku. Maka saya membuat puisi interteksnya yang berjudul:
Puisi Gol A Gong
KERTAS KOPI
: Zawawi Imron
Anak-anak petani kopi
melipat kertas kopi
berupa buntalan bola.
Menendang halaman kosong
tak bergaris tak bergawang
merusak panen kebun kopi.
Kertas kopi
teronggok di amis gudang
melipat tubuhnya sendiri.
Ketika kubuka
anak-anak petani kopi
tertidur di dalamnya.
*) Hayam Wuruk Hotel, Padang, 3 Juni 2013
*) Puisi ini terkumpul di buku puisi “Air Mata Kopi” (Gramedia, 2024)


Jadi puisi yang bagus bagaimana? Secara sederhana, puisi yang bagus adalah yang menyembunyikan maksudnya. Sebagai pembaca, kita harus membaca dan menafsirnya pelan-pelan, seperti sedang membuka jendela kemudian kita melihat dunia di luar rumah begitu luas dan beragam hal muncul di depan mata.
