Oleh: Zaeni Boli

Senin mestinya menjadi hari yang penuh semangat bagi kita semua. Namun, cuaca mendung terkadang membawa kita pada romantisme masa lalu yang indah—sesuatu yang sulit untuk terulang kembali, entah karena kesibukan atau memang sudah tak ada lagi waktu. Rutinitas hari ini telah memenjara kita dalam kenangan yang tak bisa diulang.

Sesekali, kita merindukan perjumpaan, meskipun mungkin pertemuan itu tak sehangat dahulu. Maka, tak ada salahnya mengenang masa-masa indah itu lewat puisi. Salah satu momen yang sering digunakan adalah saat hujan turun. Ya, bagi sebagian penyair, hujan adalah sumber inspirasi. Hujan terasa begitu romantis dan estetik, apalagi jika dinikmati di kota yang jauh dari keramaian—seperti Larantuka, kota tua yang dikelilingi pantai dan pegunungan di ujung timur Flores.

Suasananya yang indah dan romantis mampu membawa kita pada nuansa yang puitis dan inspiratif. Tak heran, penyair maupun penulis pemula sering kali memanfaatkan kondisi tersebut. Bahkan, pada tahun 2024 lalu, kota ini menjadi tuan rumah bagi festival besar berskala nasional, Flores Writer Festival, yang menghadirkan penulis dan seniman ternama, seperti Mario F. Lawi, Yudi Ahmad Tajudin, dan lainnya.

Ya, Larantuka dengan segala kenangannya masih memiliki banyak hal yang layak untuk diabadikan dalam tulisan—baik itu budaya, pariwisata, maupun kehidupan masyarakatnya. Sesekali, momen-momen indah itu bisa dituangkan dalam bentuk puisi.

Tempat seindah ini pun telah dikunjungi oleh Duta Baca Indonesia sebanyak dua kali dalam rentang lima tahun terakhir. Jika teman-teman berkesempatan berlibur ke Flores, jangan hanya terpaku pada Labuan Bajo di ujung barat. Ada juga Larantuka di ujung timur Flores, yang menyimpan keindahan dan cerita yang tak kalah menarik untuk dinikmati.

Please follow and like us:
error70
fb-share-icon0
Tweet 5