Oleh: Rowan

Bagaimana jika kamu harus mengubur mimpimu demi orang lain? Bagaimana jika orang lain menjadi prioritas, sedangkan diri sendiri hanya menjadi nomor sekian? 1 Kakak 7 Ponakan adalah sebuah film yang menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan kehangatan sehangat pelukan.

Setelah posternya muncul, trailernya rilis, review-review filmnya beredar, dan kutonton, aku membawa ekspektasi tinggi pada film garapan Yandi Laurens ini. Akankah film ini seindah karya sebelumnya, Jatuh Cinta Seperti di Film-Film? Aku akan segera menemukan jawabannya.

Kamis, 6 Februari 2025. Kakiku melangkah menuju bioskop kesayangan. Walaupun cuaca sedikit mendung, aku tetap berangkat, karena waktu tidak akan berhenti demi mengasihi jiwa yang penasaran. Bersabarlah, jiwa, jam 13.30 adalah jadwalmu.

Kehangatan Keluarga yang Begitu Nyata

Kisah bermula dari Moko, yang bersiap untuk sidang skripsi. Pada adegan awal saja, film ini sudah memperlihatkan kehangatan hubungan Moko dengan keluarganya. Ia berebut kamar mandi dengan ponakan-ponakannya—Nina, Ano, dan Woko—dan, lagi-lagi, ia memilih mengalah.

Begitu juga dengan kakaknya, Agnes, serta kakak iparnya, Atmo. Mereka berpamitan untuk berangkat ke sekolah masing-masing, meninggalkan suasana penuh kehangatan yang seakan keluar dari layar dan memelukku.

Ketika Moko sedang sidang, pacarnya, Maurin, menerima kabar bahwa Kak Atmo meninggal. Begitu sidang selesai, Moko segera bergegas ke rumah sakit. Saat itu, Kak Agnes yang tengah hamil besar mengalami pecah ketuban dan harus segera melahirkan. Ya, Kak Agnes berhasil melahirkan, tapi sayang, ia tidak bisa selamat. Dalam waktu yang berdekatan, dua orang yang menjadi panutan Moko pergi untuk selamanya.

Moko, mahasiswa terbaik di bidang arsitektur, memiliki mimpi besar untuk melanjutkan pascasarjana bersama pacarnya. Tapi sayang, semua rencana itu berantakan. Kini, ia harus menjaga ponakan-ponakannya.

Moko tidak hanya harus mengurus bayi—membuatkan susu, mengganti popok—tetapi juga membiayai kebutuhan sekolah ponakan-ponakannya yang lebih besar. Ia merapikan buku-buku arsitektur yang dulu memenuhi mejanya, memasukkannya ke dalam kardus, lalu menggantinya dengan buku-buku tentang cara mengurus bayi.

Lebih dari Sekadar Film, Ini Pelukan Hangat

Film ini mengajarkan banyak hal. Banyak sekali. Saat menonton film ini, aku merasa seperti dipeluk. Air mataku jatuh, bukan pada adegan kehilangan, tapi justru pada momen-momen kebersamaan dan kehangatan mereka. Dalam hidup berkeluarga, kebersamaan adalah segalanya. Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul.

Aku merasa sangat lega ketika Moko akhirnya menangisi perjuangannya sendiri—betapa ia ingin melindungi ponakan-ponakannya. Lega sekali. Dan film ini ditutup dengan sangat indah—keindahan yang membuat air mata tak ragu-ragu untuk jatuh.

Film ini juga mengajarkanku bahwa gaya hidup bisa membawa seseorang kepada kehancuran. Karena ketika gaya hidup selalu dituruti, maka tidak akan pernah ada habisnya. Oleh karena itu, kita harus selalu mengutamakan kebutuhan hidup di atas keinginan semata.

Bagaimana perjalanan Moko dalam mengurus ponakannya? Adakah ponakannya yang bandel? Bagaimana Moko bisa begitu ingin melindungi mereka? Temukan jawabannya dengan menonton filmnya di bioskop kesayangan kalian.

Tentang Penulis:

Namaku Robi Setiawan. Aku memliki nama pena, yaitu Rowan. Salam kenal semua. Aku kelahiran Jakarta yang menempuh pendidikan S1 di Banten. Aku masih seorang mahasiswa. Ahiya, aku memiliki buku loh, judulnya “Selangkah Demi Selangkah”. Tidak banyak yang bisa kuceritakan di sini, kunjungi Instagramku ya: @rowan_2403. Terima kasih.

No WhatsApp: 0899-8946-312

Please follow and like us:
error70
fb-share-icon0
Tweet 5