Naufal di The Cubic Jogja

Oleh: Naufal Nabilludin

Jujur saja, ketika memutuskan untuk backpacking ke Madura, Lombok, Bali, dan Yogyakarta, saya tidak membawa banyak uang. Jika dihitung, rasanya tidak mungkin cukup untuk bertahan selama tiga minggu. Tapi perjalanan ini mengajarkan satu hal: backpacking bukan soal seberapa banyak uang yang kita punya, melainkan bagaimana kita mengelolanya dan bagaimana orang-orang baik yang kita temui membantu sepanjang jalan.

Saya belajar banyak—tentang bertahan dengan uang yang sedikit, tentang bagaimana kebaikan teman-teman menjadi penyelamat, dan tentang bagaimana tetap bisa menikmati perjalanan tanpa menguras kantong. Skill mengatur keuangan ternyata adalah kunci utama dalam perjalanan panjang dengan budget terbatas.

Berikut ini adalah cara saya bertahan selama tiga minggu backpacking tanpa kehabisan uang di tengah jalan.

1. Perencanaan yang Matang, Tapi Tetap Fleksibel

Awalnya, saya hanya berencana untuk dua minggu:

  • Madura (3 hari)
  • Lombok (7 hari, termasuk pengabdian sosial)
  • Bali (3 hari)
  • Jogja (1 hari)
  • Perjalanan pulang (1 hari)

Namun, perjalanan ini akhirnya berubah menjadi tiga minggu. Dengan uang yang saya bawa, seharusnya saya sudah kehabisan di minggu kedua. Beruntung, banyak teman yang membantu.

Di Lombok, saya mendapat bantuan dari Hilmi, teman Pertukaran Mahasiswa di Gorontalo, yang mengizinkan saya tinggal di kos kakak sepupunya. Mas Lalu Abdul Fatah juga menampung saya di Perpustakaan Lembah Hijau selama empat hari.

Tanpa mereka, mungkin saya sudah harus cari cara untuk pulang lebih awal. Inilah pentingnya fleksibilitas dalam backpacking. Kadang, kita harus menyesuaikan rencana dengan situasi di lapangan.

2. Transportasi Murah: Menyesuaikan dengan Kota yang Dikunjungi
Naufal-Hilmi di Damri
Naufal-Hilmi di Damri

Setiap kota memiliki kondisi transportasi yang berbeda, dan saya harus mencari opsi termurah dan paling efisien.

  • Madura: Saya dijemput oleh Fauzi dari Stasiun Pasarturi, Surabaya, dan menginap di rumahnya di Bangkalan. Begitu pula saat akan berlayar ke Lombok, dia mengantar saya ke Pelabuhan Tanjung Perak.
  • Lombok: Transportasi umum terbatas. Damri adalah satu-satunya pilihan murah, jadi saya mengunduh aplikasi Damri untuk melihat jadwal dan tarif.
Bang Ardi & Naufal di Padangbai
Bang Ardi & Naufal di Padangbai
  • Bali:
    • Saya menyeberang dari Pelabuhan Lembar (Lombok) ke Padangbai (Bali) tengah malam dan tiba subuh.
    • Dari Padangbai ke Denpasar yang jaraknya kurang lebih 40 km atau 1 jam lebih, tidak ada transportasi umum murah. Travel mematok harga Rp100.000–Rp300.000, dan ojek online Rp100.000—terlalu mahal untuk saya.
    • Beruntung, Hilmi menawarkan bantuan. Dia mengenalkan saya pada Bang Ardi, temannya di Bali.
    • Akhirnya, Bang Ardi mengabarkan, “Besok saya jemput ya, di Padangbai,” katanya via WA. Awalnya saya tidak enak. Saya kembali memastikan apakah tidak merepotkan, tapi dia tetap meyakinkan saya bahwa tidak masalah.
    • Keesokan paginya, sekitar pukul 5 subuh, Bang Ardi datang menjemput saya di Pelabuhan Padangbai dan mengantar saya ke Denpasar.
    • Saya berencana menggunakan Trans Dewata, tetapi ternyata sudah berhenti beroperasi sejak 1 Januari 2025, jadi saya terpaksa lebih sering menggunakan ojek online, yang cukup menguras budget.
  • Jogja: Trans Jogja sangat membantu. Tarif hanya Rp3.500 sekali jalan, dan saya mengunduh aplikasi Mitra Darat, yang kini menghubungkan semua BRT di Indonesia dalam satu sistem.
3. Akomodasi Hemat: Bantuan Teman dan Hostel Murah

Salah satu cara paling efektif untuk menghemat adalah tidak menginap di hotel mahal.

  • Madura: Menginap di rumah Fauzi selama 3 hari.
  • Lombok:
    • 7 hari di posko pengabdian.
    • 2 malam di kos kakak sepupu Hilmi di Mataram.
    • 4 hari di Perpustakaan Lembah Hijau di Lombok Timur.
    • 1 malam di hotel, karena ikut teman-teman pengabdian yang extend, hanya Rp60.000 per orang karena sharing kamar.
  • Bali, Ketapang, dan Jogja:
  • Bali: H-Ostel (Rp105.000/malam) dengan kasur box yang nyaman.
  • Ketapang: G-Farm Syariah (Rp50.000/malam).
  • Jogja: The Cubic (Rp58.000/malam), sudah termasuk sarapan self-service.
4. Makan di Tempat Murah: Warung Jawa Jadi Penyelamat
Mie Ayam di Denpasar Bali_Naufal
Mie Ayam di Denpasar Bali_Naufal

Awalnya, di Lombok, saya cukup boros soal makan, mencoba kuliner khas seperti Ayam Taliwang, Sate Rembiga, dan lainnya. Sekali makan bisa Rp30.000–Rp70.000. Akibatnya, di Bali, saya kehabisan uang untuk mencoba kuliner khas.

Solusinya? Warung Jawa.

  • Ayam geprek + nasi + teh: Rp12.000
  • Mie ayam: Rp15.000

Jauh lebih murah dibanding makan di dekat Pantai Kuta.

Di Jogja, makanan lebih terjangkau. Rumah makan sederhana dan angkringan selalu menjadi penyelamat.

5. Wisata Gratis, Tapi Tetap Berkesan
Discovery Mall Bali_Naufal
Discovery Mall Bali_Naufal

Tidak semua wisata bagus harus mahal. Banyak tempat gratis yang tetap indah dan berkesan.

  • Lombok: Pantai Senggigi dan Bukit Merese (hanya bayar parkir).
  • Bali:
    • Discovery Mall, ada pertunjukan gratis.
    • Pantai Kuta, cukup menikmati suasana tanpa biaya.
    • Museum Bali, satu-satunya tempat berbayar yang saya kunjungi (Rp20.000 dengan kartu mahasiswa).
  • Jogja: Menikmati suasana Malioboro dan Alun-Alun Yogyakarta.
6. Mencatat Keuangan dengan Detail

Saya mencatat setiap pengeluaran untuk menghindari salah perhitungan. Ini membantu saya:

  • Mengetahui sisa uang dengan jelas.
  • Mengontrol pengeluaran agar tetap hemat.
  • Membuat keputusan lebih bijak saat memilih antara makan enak atau transportasi murah.
7. Menulis Perjalanan dan Mendapat Penghasilan Tambahan

Saya bersyukur, menulis bisa menghasilkan uang.

Saya mengirim beberapa catatan perjalanan ke Golagong Kreatif, dan tulisan-tulisan saya dihonori.
Uang dari tulisan saya cukup untuk mengganti biaya makan selama perjalanan.

Jadi, perjalanan ini bukan hanya menghabiskan uang, tetapi juga menghasilkan uang.

Kesimpulan: Backpacking Itu Soal Mengelola, Bukan Seberapa Banyak yang Kita Punya

Saya berangkat dengan uang yang seharusnya tidak cukup, tetapi dengan strategi yang tepat—dibantu banyak teman, memilih transportasi dan penginapan murah, makan di tempat yang terjangkau, serta memanfaatkan wisata gratis—saya berhasil bertahan tiga minggu tanpa kehabisan uang.

Dan yang lebih penting, perjalanan ini mengajarkan saya satu hal: keuangan yang terbatas tidak harus membatasi pengalaman. Yang penting adalah bagaimana kita mengelola apa yang kita punya.

Please follow and like us:
error70
fb-share-icon0
Tweet 5