
Puisi Gol A Gong
SINGAPURA
Aku menjadi China
mengambang di Orchard Road
hati berlabelkan harga
Aku menjadi India
berpesta rempah
menari sorga
Akulah si Melayu
kau mencariku
di lubang-lubang
dingin
benderang
waktu memendek
tak tahu senja
tersesat
pulang
*) 14 November 2013

Puisi “SINGAPURA” karya Gol A Gong ini memiliki makna yang cukup dalam, menggambarkan keberagaman etnis dan perubahan sosial di Singapura. Ada beberapa hal menarik yang bisa dikaji dari puisi ini:
- Identitas yang Tercerabut
- Penyair menyebut dirinya “menjadi China” dan “menjadi India,” seolah-olah kehilangan identitas aslinya.
- Ia menggambarkan kawasan Orchard Road, yang identik dengan kemewahan dan kapitalisme, menggunakan frasa “hati berlabelkan harga”, mengkritik bagaimana nilai manusia bisa diukur dengan uang atau materialisme.
- Keberagaman dan Budaya
- “Berpesta rempah, menari sorga” merujuk pada budaya India yang kaya akan warna, aroma, dan seni tari.
- Namun, ketika berbicara tentang Melayu, nada puisinya menjadi lebih suram: “kau mencariku di lubang-lubang dingin benderang”. Ini bisa diartikan bahwa orang Melayu—yang merupakan penduduk asli—justru tersingkir dari pusat perhatian, mungkin terpinggirkan oleh modernisasi.
- Waktu dan Keterasingan
- Baris terakhir “waktu memendek, tak tahu senja, tersesat pulang” menggambarkan kebingungan dan keterasingan.
- Seolah-olah dalam hiruk-pikuk modernitas Singapura, ada perasaan kehilangan arah, kehilangan akar budaya, dan kebingungan dalam mencari identitas sejati.

Puisi ini pendek, tapi kuat dalam menggambarkan dampak modernisasi terhadap identitas budaya di Singapura. Ada kritik sosial terhadap bagaimana ekonomi, budaya, dan sejarah bertabrakan, menghasilkan alienasi bagi kelompok tertentu.
Tim GoKreaf/AI
