
Oleh Muhzen Den
Dari sekian film yang diperankan tiga aktor sekaligus komedian legendaris, Dono (alm), Kasino (alm), dan Indro, telah aku tonton. Aku mendapatkan tontonan film karya mereka selain menumpang nonton televisi di rumah tetangga dan juga acara tontonan masyarakat yang disponsori perusahaan rokok, yakni layar tancep.
Aku sejak usia sekolah dasar sudah dicekoki tontonan film Warkop dan lainnya. Bukan karena aku punya televisi atau lainnya, tapi sedari dulu aku suka berkelana dari rumah ke rumah (maksudnya suka main) untuk mendapatkan informasi. Setelah dewasa, kenangan menonton film Warkop tersebut masih terngiang di pikiranku.

Belum lama ini aku tertarik dengan sebuah buku novel. Dari sampul novel dan judulnya tampak biasa saja, tapi nama penulisnya yang membuatku ingin membacanya sampai tuntas. Bila Satpam Bercinta karya Dono yang aku lahap oleh mata dan pikiran ini.
Dari awal bab pertama buku ini, aku langsung membayangkan adegan per adegan sebuah film yang tidak asing di mata masyarakat, atau anak-anak kelahiran 80-90an. Ya, film Warkop yang dibintangi Dono, Kasino, dan Indro telah menjadi rujukan saat baca buku novel ini.
Sebenarnya buku novel Bila Satpam Bercinta karya Dono ini dari tema cerita tidak luar biasa, tapi aku terpaku pada tokoh fiksi ini, yakni Pilus, Gori, dan Atok, seolah-olah aku melihat tokoh film Warkop.
Dari awal cerita yang sarat komedinya, aku menebak-nebak bahwa buku ini alih wahana dari cerita film ke buku cerita. Sebab, aku membacanya seperti sedang menyaksikan film Warkop.
Bila Satpam Bercinta bercerita tentang tiga tokoh Pilus, Gori dan Atok yang seorang mahasiswa melamar pekerjaan jadi satpam. Ketiganya kuliah sembari kerja dengan tujuan mendapatkan penghasilan sendiri. Dalam perjalanannya, tokoh Pilus jatuh cinta pada anak perempuan bosnya. Berawal dari saputangan jatuh, Pilus dan Nadia akhirnya saling jatuh cinta.
Namun, kisah cinta mereka ditentang oleh orangtua Nadia yang berstatus konglomerat. Demi mempertahankan cintanya, Pilus berjuang mendapatkan Nadia meski harus babak belur dipukuli ajudan Brendi yang disukai Pak Ibrahim ayahnya Nadia. Pada akhirnya, Nadia dan Pilus bersatu dalam ikatan pernikahan walaupun tanpa restu orangtua Nadia.

Aku membaca novel ini butuh waktu hampir tiga hari. Bukan karena ceritanya berat, tapi aku kagum cara Dono menulis novel ini. Karakter Pilus begitu kuat dan alur cerita yang padat. Aku harus cermat dalam tiap adegan di cerita novel ini, meskipun aku menemukan celah cerita menuju akhir.
Ada perubahan Pilus yang setia, lucu, dan gigih, menjadi tempramen, tak bertanggung jawab, dan rendah diri saat konflik dengan Nadia istrinya. Hanya karena mempertanyakan status anak yang dilahirkan Nadia.
Namun, sejauh ini masih tidak mengurangi semangat membacaku. Aku selesaikan novel ini dengan bayang-bayang film Warkop dan tokoh Pilus yang mirip dengan pesona menulis buku ini, Dono.

