Di setiap tegukan kopi, aku menemukan kisah. Aku adalah pecinta kopi yang menjadikan setiap cangkir sebagai ruang refleksi, tempat di mana aroma dan rasa menyatu dengan kata. Nongkrong di sudut kedai, menyaksikan hidup berlalu dalam riuh rendah obrolan, aku menuangkan pikiranku ke dalam puisi—tentang hidup, tentang kopi, tentang keseimbangan pahit dan manis yang selalu berdansa di lidah dan di hati. 

Bagiku, kopi bukan sekadar minuman, tapi filosofi. Seperti espresso yang pekat, latte yang menenangkan, atau americano yang lugas, setiap rasa mengajarkan sesuatu. Aku menuliskannya, merayakannya, dan membiarkannya mengalir dalam sajak yang lahir dari setiap tegukan.  Selamat menikmati puisi-puisi hasil menyeruput kopi sembari nongkrong di kedai kopi.

Sckolastika Anggraini

Puisi Sckolastika Anggraini
Aku dan Espresso

Menyeruput espresso.. seperti berkaca diri
Pahit, kental, tanpa basa-basi,
dalam genggaman kecil tersaji.
Namun rasanya menusuk hati,
seperti aku, tak banyak cakap tapi berisi.

Bukan malas bicara,
namun tak suka kata sia-sia.
Diamku tajam, bukan sekadar suara,
menancap dalam, meski tak lama.

Seperti biji kopi yang harus remuk diriku,
agar sari terbaiknya luruh dan penuh selalu.
Aku pun begitu, dihantam pilu,
agar makna hadir dalam diriku.

Espresso tak untuk semua,
terlalu getir bagi yang tak terbiasa.
Namun pahitnya mengajarkan dewasa,
agar hidup tak sekadar fatamorgana.

2025

Sckolastika Anggraini
Aku dan Cappuccino

Aku seperti cappuccino, kata sang kawan
tak sekadar nuansa, namun penjaga keseimbangan
Tak sepekat espresso yang mendominasi,
tak pula manis yang menipu diri.

Bukan hitam, putih bukan,
kadang berada di antaranya.
Tak menyesakkan, lenyap tak pula,
hanya cukup agar semua merasa nyaman.

Di permukaan, buih lembut menari,
seperti senyumku yang selalu menghiasi.
Namun espresso tetap mengakar di dasar,
Menjaga langkahku tetaplah tegar

Keseimbangan bukan berarti tak berpihak,
kadang diam pun butuh arah walau tak bergerak.
Seperti cappuccino yang menyatu dalam rasa,
aku ada bagi yang ingin tenang sejenak saja.

2025

Sckolastika Anggraini
Aku dan Moccacino

Seperti secangkir moccacino, hidupku ini
ada pahit, ada manis, bercampur di sini.
Tak bisa hanya melihat satu sisi,
karena hidup, seperti kopi ini.

Tak terlalu pekat, tak terlalu manis,
Pahitnya tinggal, namun tak habis.
Selalu terselip harapan,
seperti cokelat yang memberi kehangatan.

Moccacino tak untuk semua lidah,
terlalu rumit bagi yang ingin mudah.

Namun bagi yang memahami,
adalah pelipur di kala hati sepi.

Buih lembut di permukaan,
seperti senyumku yang terus bertahan.

Namun di dalam, espresso tetap bertahta,
seperti jejak senja yang tak sirna dalam cerita.

2025

Sckolastika Anggraini
Aku dan Latte

Latte… lembut menenangkan,
tak setegas cappuccino, atau espresso yang menghentak.
Seperti aku, mengalir perlahan,
ada getir, tapi manis tetap melekat.

Tidak mencolok, latte tenang mendekap.
Susu mendominasi,namun espresso menetap.
Aku pun diam, mengamati, memahami,
memberi hangat tanpa membakar hati.

Permukaan latte berukir buih sarat seni,
seperti senyumku yang menghiasi hari.
Namun tetap ada espresso berdiam diri,
seperti hatiku, menyimpan cerita tersembunyi.

Aku bukan yang paling kuat di antara semua,
tak memberi kejutan di seruput pertama.
Namun aku adalah jeda,
menjadi sandaran bagi yang lelah jiwa.

Sckolastika Anggraini
Aku dan Americano

Aku seperti americano, kata sang kawan
Pahit namun ringan,
tak sepadat espresso, tak semanis latte yang menawan.
Ada ruang di setiap tegukan,
kadang kosong, kadang menguatkan.

Bukan yang penuh kejutan katanya,
tak mengguncang di seruput pertama.
Namun kopi tetaplah kopi,
meski encer, tetap menyisakan jejak dalam diri.

Aku tak selalu jadi pilihan utama,
seperti Americano yang tak semua suka.
Namun bagi yang memahami,
aku hadir memberi kesederhanaan sejati.
Aku seperti americano, kata sang kawan
Tak menggelegar, tak selalu menghangatkan,
namun cukup untuk menemani rekan,
walau hanya dalam satu tegukan.

2025

TENTANG PENULIS: Skolastika Anggraini, lahir di Bandung, 23 September 1981, adalah pengelana kata yang mencintai perjalanan, buku, dan tinta. Baginya, secangkir kopi bukan sekadar teman, tetapi jembatan menuju imajinasi yang tak berbatas. Ia meresapi makna dalam setiap langkah, menjahit kisah dari sudut-sudut dunia yang ia singgahi. Sebagai pendidik di Cahaya Bangsa Classical School selama lebih dari satu dekade, ia percaya bahwa literasi adalah cahaya yang membimbing generasi muda agar tak tersesat dalam gelap. Melalui tulisan dan pendidikan, ia menanam benih harapan, agar kelak tumbuh menjadi pohon yang rindang bagi negeri.

PUISI MINGGU terbit setiap hari Minggu. Silakan mengirimkan 5 hingga 10 puisi tematik. Sertakan foto diri dan gambar atau foto ilustrasi untuk mempercantik puisi-puisinya. Tulis bio narasi dan pengantar singkat. Kirimkan ke email : gongtravelling@gmail.com . Ada uang pengganti pulsa Rp 300.000,- dari Denny JA Foundation. Sertakan nomor WA dan nomor rekening banknya.

Please follow and like us:
error70
fb-share-icon0
Tweet 5