Oleh: Zaeni Boli

Di tengah situasi dan kondisi hari ini yang kian kompleks dan penuh persoalan, seorang guru memiliki tuntutan yang tinggi untuk menjadi panutan sekaligus teladan. Namun, di luar itu, tidak salah jika seorang guru sejati tidak hanya memberikan ilmu di ruang kelas, tetapi juga mengajarkan siswanya untuk bersikap kritis terhadap persoalan yang ada. Tentu saja, dengan catatan bahwa mereka harus mampu mempertimbangkan apa yang hendak dikritisi. Bukan soal boleh atau tidak boleh, tetapi ada juga pertimbangan lain, seperti nasib dapur di rumah.

Mungkin sedikit saran, sikap kritis harus dibalut dengan kreativitas—agar dapat diterima tanpa menyakiti orang atau lembaga yang dikritik. Bersikap kritis bagi seorang guru sebenarnya merupakan contoh penerapan Profil Pelajar Pancasila (P5) dalam Kurikulum Merdeka.

Namun, harus diakui, sikap kritis memang memiliki risiko. Sikap ini adalah bagian dari perjuangan seseorang dalam menghadapi kenyataan yang tidak selalu baik. Menjaga sikap kritis bukan hal mudah, terutama di tengah banyaknya orang yang memilih bersikap apatis.

Entah bagaimana ceritanya, seorang kawan yang juga aktivis lingkungan pagi ini mengirimkan saya sebuah video untuk memotivasi diri agar tetap memiliki sikap kritis. Bagi kami yang sudah berada di zona nyaman, sikap kritis adalah sesuatu yang mungkin sedang tertidur.

Maka, ia perlu dibangunkan kembali—sebagai inspirasi bagi peserta didik dalam menghadapi kenyataan hidup bernegara yang kian tak masuk akal.

Please follow and like us:
error70
fb-share-icon0
Tweet 5