Puisi Esai Gen Z – Karya Rasya Nurul Kamila – siswi SMP Unggulan Uswatun Hasanah Cilegon

(Senin, 22 Januari 2023, AS, seorang anak kecil berusia 4 tahun diculik. Ia diimingi es krim oleh seorang lelaki tak dikenal. Nahas, bukannya mendapatkan es krim, ia malah diculik dan kemudian dijadikan properti sebagai pengemis oleh si penculik di Jakarta. Alasannya, agar orang-orang tambah bersimpati kepada si penculik yang berprofesi sebagai pengemis. Setelah 22 hari diculik, akhirnya AS bisa kembali kepada orangtuanya berkat perjuangan para polisi)

oOOo

Tangan besar itu menarik yang lebih kecil.
Berjalan beriringan di kota Cilegon, tak peduli sekitar.
Ratusan orang di kota baja itu, masing-masing tenggelam
dalam bebannya, tanpa menyadari aksi gelap yang terjadi.

Hati kecil bersemangat akan manisan.
Rambutnya berdansa, mengikuti irama langkah menuju Jakarta.
Senyumnya melompat dari mata ke mata,
terbuai kata-kata manis yang membelai telinga.

Kaki panjang itu melangkah, memakan jarak.
Hatinya tertutup kabut kelam. Kata-kata yang dirancangnya
menjerat satu mangsa.

Ayah dan Ibu tenggelam dalam panik, “Di mana kau berada, anakku?”
Tak pernah terpikirkan, buah hatinya, menjadi korban penculikan.
Kedua kaki kehilangan kuasa, melemah dihempas nestapa.

Ribuan pertanyaan menimpa kepala mereka,
berputar tanpa jawaban, menyesakkan dada.
Jantung memutuskan untuk pergi ke perut,
diguncang cemas yang tak tertahankan.

Berlari dari sudut ke sudut kota Cilegon, “Anakku, kau di mana?”
mata membanjir, namun tak menemukan jawaban.
Satu detik, dua detik – waktu terasa melar,
abadi dalam kecemasan.

Di kutub yang berlawanan, di perempatan kota Jakarta
tubuh mungil terselubung kain berpendar.
Melangkah, tangan terjalin di arus besi menggeram,
menarik harap di mata pengendara mobil dan motor.

Mata kecil melahap hamparan aspal, “Beri aku uang, Pak, Ibu.”
menyelami jejak rumah dan manisan yang dijanjikan.
Rambut yang sempat berdansa, kini berat,
terhujani butir-butir letih.

Di dalam kediaman yang selalu cerah,
kini hanya bayang-bayang bersemayam.
Bahkan cahaya bulan pun tak sanggup menghibur.

Seribu pertanyaan memilih bersemayam di kepalanya,
kediaman itu bisu, namun setia,
menyaksikan perjuangan yang tak berkesudahan.

Beberapa sosok melangkah ke dalam kediaman itu,
bayangan mereka tegak di bawah remang malam.
Kini, tabir aksi gelap mulai tersingkap,
ribuan pertanyaan menanti jawabannya,
satu per satu.

Namun cahaya bulan tetap bungkam,
tak mampu menerangi yang telah gulita.

Aksi gelap terus berdenyut,
tanpa bayang-bayang konsekuensi.
Para pengendara masih menyulam simpati,
melempar harap tanpa tanya.

Tak ada yang ingat kapan kain berpendar itu dibersihkan,
atau apakah ia pernah benar-benar lepas dari tubuh kecil itu.

Pikiran kecil itu tak pernah tahu
betapa jauhnya ia dari rumah, Cilegon ke Jakarta
Dimanfaatkan tubuh besar di sisinya,
tanpa sadar, tanpa tanya.

Kapan terakhir kali ia menatap ayah dan ibu?
Kapan janji manisan itu menjadi nyata?
Hatinya berat, sarat rindu.

Satu, dua, tiga –
tunggu, apa angka selanjutnya?
Mulutnya masih terbata,
namun takdir menempatkannya
di tempat yang tak seharusnya.

Ia belum bisa menghitung hingga dua puluh dua,
tapi sudah dua puluh dua hari jauh dari kota Cilegon
kain berpendar itu melekat di tubuh mungilnya.

Hingga akhirnya, bayangan-bayangan tegak menemukannya.
di perempatan jalan Pasar Minggu Jakarta, “Apakah ini saatnya pulang?”
Apakah ia akan kembali ke pelukan ayah dan bunda di kota Cilegon?

“Ayah! Bunda!” Suara kecil itu menggelegar,
melontarkan rindu yang tak terbendung.

Dua sosok yang selalu ia cari,
kini berdiri di hadapannya.
Kaki mungil itu tak lagi menapaki aspal.
Ia pulang.

Kedua tubuh itu mendekap erat,
membungkus tubuh mungil yang lama terpisah.
Tak ingin lepas, meluapkan rindu.

Ribuan pertanyaan luruh seketika,
cukup melihat buah hati kembali ke pelukan.

Rumah itu kembali bercahaya.
Bulan tak perlu gelisah lagi karena tak bisa membantu.
Malam ini, ia boleh beristirahat.

Catatan kaki:
https://regional.kompas.com/read/2023/01/25/144122178/bocah-4-tahun-di-cilegon-akhirnya-bertemu-orangtua-22-hari-diculik-hingga?utm_source=Various&utm_medium=Referral&utm_campaign=Top_Mobile

TENTANG PENULIS: Rasya Nurul Kamila, siswi SMP Unggulan Uswatun Hasanah Cilegon; aktif di ekstrakurikuler piano dan karate. Ia juga suka nonton anime dan bahasa Inggris dan bahasa Korea.

PUISI ESAI GEN BARU: Puisi Esai Gen Baru ini puisi esai mini 500 kata khusus untuk Gen Z dan Gen Alpha. Disarankan tema-temanya yang relate seperti bully, mental health, patah hati, broken home, sex bebas, dan narkoba. Bagaimana kalau lingkungan, politik, atau kritik sosial ke penguasa? Boleh saja asalkan ada fakta dan sertakan link beritanya. Tuliskan 500 kata. Sertakan bionarasi maksimal 5 kalimat, 2 foto penulis dan 2 ilustrasi AI yang mendukung puisi esainya. Kirimkan ke golagongkreatif@gmail.com dengan subjek: Puisi Esai Gen Baru. Ada honorarium Rp 300 ribu dari Denny JA Foundation bagi yang puisi esainya tayang. Jangan lupa sertakan nomor rekening bank.

Please follow and like us:
error70
fb-share-icon0
Tweet 5