Naufal dan Fauzi di Masjid Syech Khalil Bangkalan

Oleh: Naufal Nabilludin

“Kalau ke Bangkalan, wajib ziarah ke sini, Bro. Belum lengkap kalau enggak mampir,” kata Fauzi dengan nada meyakinkan.

Aku hanya mengangguk, mengikuti alur perjalanan tanpa banyak bertanya. Hari itu, Jumat, 17 Januari, setelah menikmati bebek Madura satu ekor bertiga—ritual makan yang membuat kami kenyang sekaligus hemat—dan menunaikan salat Jumat, aku, Fauzi, dan Rauf meluncur ke Makam Syech Kholil Bangkalan, yang terletak di Jl. Mertajasah, Tajasah, Mertajasah, Kec. Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur.

Nama Syech Kholil bukanlah sesuatu yang asing di telingaku. Bagi mereka yang gemar wisata religi, makam ini selalu masuk dalam daftar tempat yang harus dikunjungi. Dan benar saja, begitu sampai di lokasi, aku langsung melihat deretan bus terparkir rapi. Plat-plat nomor dari luar Madura memenuhi halaman, menandakan betapa banyaknya peziarah dari berbagai daerah yang datang.

Masjid Syech Khalil Bangkalan
Masjid Syech Kholil Bangkalan

Syech Kholil adalah salah satu ulama besar Nusantara yang dihormati, terutama di kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Ia lahir di Bangkalan pada awal abad ke-19 dan menghabiskan hidupnya untuk menyebarkan ilmu agama serta membimbing santri-santrinya dengan ajaran Islam yang moderat dan mendalam. Salah satu muridnya yang paling terkenal adalah KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar di Indonesia.

Banyak peziarah datang ke makamnya bukan hanya untuk berdoa, tetapi juga mencari keberkahan. Sebagai seorang wali yang dihormati, Syech Kholil diyakini memiliki karamah—keistimewaan spiritual yang membuat banyak orang percaya bahwa berziarah ke makamnya bisa membawa ketenangan batin dan doa yang mustajab.

“Orang-orang ke Bangkalan sini ya kebanyakan karena ziarah ke makam Syech Kholil, Bro,” tambah Fauzi, seolah ingin mempertegas bahwa kami sedang berada di tempat yang istimewa.

Aku mengamati sekeliling. Ada hal yang membuatku kagum: tempat ini bersih, tertata, dan terasa begitu tenang. Aku pernah berziarah ke Banten Lama, salah satu situs peziarahan terkenal di Banten, tapi suasananya berbeda. Di sana, kesan kumuh masih terasa—pengemis bertebaran, kios-kios pedagang berdiri tanpa aturan. Tapi di Makam Syech Kholil, semuanya terorganisir dengan baik. Tidak ada pengemis yang mengganggu, dan setiap orang tampaknya benar-benar menikmati suasana spiritual yang damai.

Naufal di Masjid Syech Khalil Bangkalan
Naufal di Masjid Syech Khalil Bangkalan

Dekat masjid, aku melihat area yang dipenuhi oleh kios oleh-oleh. Letaknya strategis, tidak mengganggu area utama, tapi tetap mudah dijangkau. Jadi bagi peziarah yang ingin membawa pulang kenang-kenangan, mereka tidak perlu repot mencari tempat belanja.

Aku menarik napas dalam-dalam. Ada sesuatu yang berbeda di sini. Bukan hanya tentang tempatnya yang tertata rapi, tapi ada ketenangan yang sulit dijelaskan. Mungkin karena suasana religius yang kental, mungkin juga karena kehadiran orang-orang yang datang dengan niat tulus berziarah.

Tanpa sadar, aku mulai memahami mengapa Fauzi begitu ingin mengajakku ke sini. Bukan sekadar soal tradisi, tetapi lebih dari itu—ada pengalaman batin yang hanya bisa dirasakan jika benar-benar melangkahkan kaki ke tempat ini.

Dan aku bersyukur telah datang.

Please follow and like us:
error70
fb-share-icon0
Tweet 5