Oleh Muhzen Den

Judul buku : Journey to Andalusia

Penulis : Marfuah Panji Astuti

Penerbit : BIP Kelompok Gramedia

Cetakan : I 2017

Tebal : 189 halaman

Semua berawal dari dongeng pengantar tidur yang sering diucapkan papinya kepada Marfuah Panji Astuti (Uttiek) saat masih kecil dan adik-adiknya sehingga pengaruhnya terbawa hingga dewasa. Terutama dongeng favoritnya, yakni kisah Abu Nawas dan para pejuang Islam. Dari hal sederhana yang ditanamkan orangtuanya, Uttiek mempunyai imajinasi luas sehingga bercita-cita keliling dunia dimulai dari Tanah Suci Mekkah-Madinah dalam berhaji atau umrah.

Cita-cita adalah doa

Namun siapa sangka, setelah puluhan tahun doa itu terkabul dan terwujud. Uttiek bersama suaminya, Herlambang, melanjutkan perjalanan setelah umrah ke negara-negara yang ada jejak sejarah Islamnya. Negara pertama yang jadi pintu masuk menuju Andalusia adalah Maroko. Uttiek dan suaminya mendarat di Maroko, tepatnya di Cassablanca. Setelah perjalanan Madina-Doha memakan waktu 2,5 jam, lalu dilanjut dari Doha-Cassablanca menempuh waktu delapan jam, yang membuatnya pegal, tapi tetap bersemangat karena ini perjalanan pertamanya di Benua Afrika.

Di Cassblanca, Uttiek dan suaminya menuju Place Muhammed V dan Masjid Hasan II sebagai ikonik Maroko, yakni masjid terbesar kedua di dunia. Di masjid itu, Uttiek sempat melaksanakan salat dua rakaat. Esok paginya, Uttiek menuju Kota Rabat yang berjarak 86,7 km dari Cassablanca. Di Rabat, Uttiek langsung menuju Rue Soekarno. Uttiek kesana bukan karena tempatnya, tapi nama Soekarno sang ploklamator kita. Menurut Azis (local guide), selain ada Rue Soekarno, juga ada Rue Indonesia dan Rue Bandung. Uttiek juga mengunjungi istana raja yang masih ditempati Raja Maroko dan bangunan megah (pemakaman raja) yang dijaga pasukan berkuda.

Selama di Maroko, Uttiek dan suaminya menikmati kuliner negara itu, salah satunya roti khubs yang jadi makanan wajib seperti halnya nasi di Indonesia. Di Kota Fes, Uttiek langsung menuju Old Madina merupakan kota tua dan pasar yang memiliki jalan berliku dan unik sebelum akhirnya sampai di Universitas Al Qarawiyyin. Universitas ini jadi tempat belajar para ilmuwan Islam, seperti Ibn Khaldun dan juga ilmuwan Barat. Uttiek takjub karena tempat ini menjadi bukti pemahaman surat pertama dalam Al-quran.

Perjalanan dari Fes menuju Tanger memakan waktu lima jam dengan bus yang melelahkan. Meski lelah, Uttiek langsung membayangkan sang pengelana Ibn Batuta memulai perjalanannya di Tanger. Selain Ibn Batuta, di kota ini juga lahir pejuang Islam nan hebat, yakni Thariq ibn Ziyad. Tanger adalah kota terakhir di Afrika dan berdekatan dengan tepi Laut Mediterania. Uttiek dibuat kagum dengan batas air Laut Mediterania dan Samudra Atlantik. 

Tapak tilas sejarah

Sebenarnya Uttiek sudah mempersiapkan traveling ke Andalusia selama setahun. Dia juga fokus mencari bacaan tentang sejarah Islam yang pernah menaklukkan Eropa. Beberapa buku karya Prof. DR. Buya Hamka pun dia baca untuk dijadikan rujukan. Begitu juga bacaan lain tentang sejarah Islam dan Andalusia. Dia juga menemukan buku karya DR. Raghib As-Sirjani, Bangkit dan Runtuhnya Andalusia dan buku penulis lainnya. Referensi bacaan tentang Islam itu menjadi bahan perbandingan dan mengonfirmasi tempat bagi Uttiek dalam penelusurannya atau menapaktilasi ke Andalusia.

Tidak banyak buku traveling yang membahas tentang sejarah. Uttiek dalam Journey to Andalusia mengajak pembaca memahami sejarah Islam dengan cara asyik. Jika kita merasa bosan atau mengantuk jika harus baca buku sejarah dengan halaman beratus bahkan ribuan, maka buku ini bisa menjadi salah satu alternatifnya.

Uttiek mengemas pengalaman perjalanannya ke Andalusia dengan apik dan asyik. Bahkan, kita akan ditunjukkan tempat-tempat sejarah lainnya sesuai dengan bacaan sejarah Islam. Mungkin kita tahunya kalau traveling ya sekadar berkunjung. Tapi buku ini, Uttiek seolah mengajak pembaca juga ikut merasakan pengalamannya.

Selama perjalanan ke Andalusia, Uttiek dan suaminya mengunjungi Malaga kota pertama yang dijejaki Ibn Batutah dalam pengelanaannya. Di sana ada Kesultanan Granada berbatasan langsung dengan Cordoba dan Granada. Uttiek juga mengunjungi Masjid Cordoba dan Benteng Alcazaba. Di Granada, Uttiek menuju Istana Alhambra yang memesona dan Jannah Al Arif yang mengelilingi Alhambra menjadi bukti kekuasaan Islam di Spanyol.

Di Cordoba, kota sejuta cahaya, Uttiek menyaksikan perayaan Dia de la Toma, sebagai perayaan menandai jatuhnya Islam oleh tangan Ferdinand dan Isabella. Kenapa Cordoba disebut kota sejuta cahaya? Selain karena sejarah Islam terpatri di sana, juga di kota itu melahirkan banyak ilmuwan Islam dan Barat yang mashyur. Uttiek sempat foto di depan patung Ibn Rusyd. Dari patung itu, Uttiek menyusuri jembatan Cordoba yang membelah sungai menuju Masjid Agung Cordoba atau Mezquita.

Pokoknya, buku Journey to Andalusia membawa kita pada peradaban Islam yang pernah jaya di tanah Eropa. Uttiek hanya ingin menginformasikan kepada para pembaca bahwa catatan perjalanannya tidak sekadar catatan perjalanan, tapi juga bernapaskan sejarah Islam atau menapaktilasi sejarah Islam.

Please follow and like us:
error70
fb-share-icon0
Tweet 5