Di usia ke-23 Rumah dunia, ada yang ingin saya ceritakan. Mungkin belum semua orang tahu. Ini bermula di bulan Oktober 2011, Mas Imam B. Prasodjo – sosiolog dan dosen UI, menelepon saya.

”Tanah sudah bebas, ya?” tanya Mas Imam. Iya. Kita semua berhasil membebaskan tanah seluas 3000 M2 yang sekarang Rumah Dunia berdiri. Dari 2008 hingga 2011, tanah itu berhasil dibebaskan secara gotong royong oleh kita semua.

Saat itu film Balada Si Roy batal, sehingga saya membutuhkan dana sekitar Rp 2 Milyar untuk menyulap tanah seluas itu jadi Taman Budaya Rumah Dunia. Saya ingin ada gedung Kesenian, karena Pemprov Banten tidak peduli.

”Kamu butuh dua milyar, ya? Saya baca tulisanmu.”
”Iya, Mas. Bisa bantu?” tanya saya.
”Ada dana sebesar itu di Kemenpora. Kamu harus selamatkan.” Mas Imam menjelaskan, ada kegiatan Sentra Pemberdayaan Pemuda, Kemenpora RI. Berkat support Mas Imam, Rumah Dunia dijadikan lokus.

Saya ke Kemenpora di dekat TVRI bersama Tias. Kami tidak membawa apa-apa. Hanya berdialog dengan seorang deputi. Saya lupa namanya. La Ode…. lupa kepanjangannya. Kami hanya meninggalkan brosur.

Kira-kira seminggu, Mas Imam menelepon. “Kamu punya prestasi apa, yang kira-kira bisa dimunculkan? Soalnya ditolak.”

Saya ceritakan, bahwa saya pernah jadi atlet difabel Indonesia dan pernah menyabet 5 emas cabor badminton di Asian Para Games Solo (1986) dan Jepang (1989).

”Nah, itu dia! Sana, datang lagi ke Kemenpora. Bawa dokumennya!”

Saya datang lagi membawa dokumentasi saat jadi atlet dan menyabet 5 emas di cabor badminton Asian Para Games itu. Saya tidak membuat proposal. Dan saya juga tidak berharap banyak.

Saya ke Abu Dhabi dan Dubai mengisi materi penulisan di Komunitas Indo Emirat Arab dan KBRI Abu Dhabi. Saya Ketua Umum PP Forum TBM waktu itu (2010-2015). Tiba-tiba istreri saya mengirim SMS (belum ada WA pada 2011), bahwa ada dana sebesar Rp 2.048.000.000 masuk ke rekening Yayasan Pena Dunia yang menaungi Rumah Dunia.

Januari 2012, saya dan istri datang lagi ke Kemenpora. Ternyata itu dana hibah dari Kemenpora. Saat itu juga kami menolak jika harus lelang di Banten. Setahun kemudian, ada Inspektort melakukan monitoring evaluasi. Mereka kaget ketika Rumah Dunia belum menggunanakan dana itu. Selama setahun, bunganya kami kirimkan ke rekening Menkeu.

Akhirnya kami diminta membuat adendum proposal. Das Albantani (sekarang Sekda di Tangerang Selatan) yang mengurus lelang dan DED-nya. Kami menyerahkan semuanya kepada Das – dia relawan Rumah Dunia.

Alhamdulillah, pembangunan berlangsung di pertngahan 2013. Dan jadilah Rumah Dunia yang sekarang kita gunakan bersama-sama. Gedung Rumah Dunia yang kami beri nama ”Auditorium Rumah Dunia” ini jadi solusi kreativitas komunitas, sekolah, kampus di Banten.

Akhir tulisan ini. Persis di ulang tahun ke-23, kami semua di Rumah Dunia mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang selalu mendukung. Hanya gusti Allah yang bisa membalasnya. Insya Allah, apa yang sudah kita lakukan di Rumah Dunia adalah bekal kita di akhirat kelak. Aamiin.

*) Gol A Gong, Serang 3 Maret 2025.

Please follow and like us:
error70
fb-share-icon0
Tweet 5

ditulis oleh

golagong

Duta Baca Indonesia 2021-2025 - Penulis 125 buku - Motivator Menulis - Pendiri Rumah Dunia