RUMAH KITA
Puisi karya Tias Tatanka

Aku taburkan rumput di halaman belakang
di antara pohon lengkeng dan mangga
sudah tumbuhkah bunganya?
Aku ingin menaburkan sajak di jalan setapak
menuju panggung kecil di sudut rumah
di seberang istana merpati yang tak pernah terkurung
karena aku dan kamu selalu ingin melayang jauh
melihat angkasa dan bintang-bintang
dari atap rumah kita

Aku akan ceritakan kelak
pada anak-anak tentang matahari, bulan, laut,
gunung, pelangi, sawah, bau embun, dan tanah.
Aku ajari anak-anak mengerti hijau rumput
warna bunga dan suar.

(“Rumah Kita” dalam “Bebegig”, Kumpulan Puisi 7 Penyair Serang)

Puisi itu ditulis Tias Tatanka di Serang, 20 Agustus 1986, sebulan setelah resmi jadi istri saya. Puisi itu kemudian menghantui saya. Pelan-pelan, apa yang Tias tulis di puisi itu, kami wujudkan sama-sama di sebidang tanah seluas 200 M2 di kampung bernama Ciloang – persis di halaman belakang rumah
Pohon lengkeng, saya tanam. Pohon mangga juga. Hanya lengkeng kemudian mati, tapi pohon mangga hingga tahun 2017 ini tetap hidup dan terus berbuah. Burung merpati kami pelihara bersama kelinci ketika Nabila (1998) dan Gabriel (1999) lahir.

Tapi kemudian ketika mereka bisa berlari-lari, burung merpati itu kami lepaskan sama-sama di halaman seluas 1000 M2, yang baru saja kami beli dari royalti sinetron “Pada-Mu Aku Bersimpuh” (Mizan, 2002) dan “Balada Si Roy” (Gramedia). Kemudian di tanah itulah, kami dan para sahabat membagun peradaban Banten baru dengan literasi, yang kini kita kenal dengan nama “Rumah Dunia”.

Puisi itulah yang menginspirasi saya menulis buku ini. Apalagi setelah Jordy (2004) dan Natasha lahir (2005). Saya membayangkan “Rumah Kita” yang bermetamorfosis jadi “Rumah Dunia” diserbu oleh berbagai macam kepentingan (politik). Saya dan Tias harus membentengi keempat anak saya dengan lingkungan literasi yang sehat. Kami berupaya mempertahankan keberadaan “Rumah Dunia” sejak berdiri pada 1998 hingga 2012 dari hiruk-pikuk politik praktis, agar anak-anak masa depan Banten memiliki karakter yang teguh membela kebenaran. Jika pun harus memihak, yang kami bela adalah kebenaran itu sendiri.          

Buku ini adalah sebuah rumah, di mana di halaman rumah terbentang segala macam harapan bagi keempat anak kami. Bukan sekadar pohon lagi yang kami tanam di halaman rumah, tapi matahari sebagai simbol kehidupan. Kami berharap, anak-anak kami, anak-anak Banten, anak-anak Indonesia – dari Sabang hingga Merauke, anak-anak kita semua, tumbuh sehat menuju matahari yang serah gemilang. 

Matahari sudah kutanam di halaman rumah. Sinarnya menerangi kami – para penghuninya yang haus perubahan. Alhamdulillah, sejak 2012, Gabriel sekolah kelas 5 SD di Al Ain, Abu Dhabi. Kini sejak 2021 Gabriel mahasiswa di Universitas Muhammad bin Zayed, Abu Dhabi. Sedangkan si sulung Nabila sejak 2017 kuliah di China, Sun Yat Sen University, Ghuangzhou. Jordy di Akademi Film Yogyakarta (2022), dan si bungsu Natasha masih kursus bahasa Korea – berharap mendapat beasiswa kuliah di Korea.

*) Serang, 3 Februari 2023

Please follow and like us:
error70
fb-share-icon0
Tweet 5

ditulis oleh

golagong

Duta Baca Indonesia 2021-2025 - Penulis 125 buku - Motivator Menulis - Pendiri Rumah Dunia