
Pengantar: Fiksi mini versi Gol A Gong adalah cerita pendek antara 300 – 500 kata, 1 lokasi, dan twist ending. Jika pun pindah lokasi, itu hanya ada dalam dialog. Di fiksi mini berjudul “Air Jordan” ini, lokasinya hanya di halam ruang seminar. Tooh aku dan Bu rini seorang dosen. Selamat membaca dan rasakan twist endingnya (cerita yang diplintir).
AIR JORDAN
Fiksi Mini Gol A Gong
Aku bersemangat sekali ketika meihat aula dipenuhi peserta pelatihan menulis kisah inspiratif. Ini kelas menulis premium, yaitu para dosen di kota ini. Selain honornya besar, setiap berjalan mengelilingi aula dengan pendingin ruangan yang cukup dingin, langkah kakiku terasa menyakinkan. Aku seperti sedang membawa bola di lapangan basket, meliuk-liuk di antara kepungan lawan dan langsung slam dunk seperti Michael Jordan!
Aku merasa gagah dan dengan berlebihan gerakan-gerakan kedua kakiku sengaja mempertontonkan kedua sepatu Air Jordan itu. Para peserta yang kebanyakan perempuan dan dari outfit yang dikenakan bermerek, senyam-senyum saja.
“Sepatunya bagus, Pak,” seorang peserta nyeletuk.
“Iya. Ini sepatu sudah saya pakai ke mana-mana,” aku berbohong. Ya, aku merasa seperti Michael Jordan! Pebasket termashur seantero jagat dengan gerakan “airwalk Michael Jordan” itu betul-betul merasuki jiwaku ketika Minggu pagi tadi aku mendapatkan sepatu “Air Jordan” ori seharga Rp. 400 ribu di car free day. Ada lapak yang menjual sepatu-sepatu bekas kualitas impor. Sepatu yang kupakai harga normalnya selangit!

Pelatihan selesai sekitar pukul 12:00. Para peserta menyerbu minta ber-swafoto. Aku harus melayani mereka. Ada yang ingin berfoto berdua ada juga yang ingin berfoto bertiga, berempat, dan berkelompok. Peserta pelatihan 95% perempuan. Tubuh mereka harum diselimuti parfum mahal sehingga rasa lapar bisa aku abaikan.
Waktu terus bergeser. Perutku kini menagih. Bibirku kering. Peserta yang ingin ber-swafoto tinggal sendirian. Dia ditemani panitia. Perempuan itu berjalan ke arahku dengan terus memerhatikan sepatu Air Jordan yang aku pakai.
“Mas Hendra, perkenalkan. Ini ibu Rini, Dekan,” Ina, Ketua Panitia memperkenalkan sambil menyebut sebuah kampus swasta ternama di kota ini.
“Selamat siang, Mas,” Bu Rini mengangguk.
Aku mengangguk dan mengatur posisi untuk siap berfoto bersamanya. Tapi rupaya Bu Rini tidak bermaksud ingin berfoto denganku.
“Sepatunya bagus, Mas,” pujinya.
“Iya. Ini sepatu sudah aku pakai ke mana-mana dan jadi makin bagus karena sudah menyatu sekitar 5 tahun dengan kedua kakiku,” aku berbohong lagi.
“Sebelumnya saya mohon maaf, Mas. Anak saya sudah sebulan ini sakit, tidak mau sekolah.”
“Wah, perlu dibawa ke dokter, Bu. Jangan sampai sakitnya tambah parah,” saranku.
“Anak saya tidak mau dibawa ke rumah sakit. Obat yang bisa menyembuhkan dia adalah…”
“Iya, Bu? Obatnya apa?”
“Sebulan lalu, anak saya kehilangan sepatu Air Jordan, sebulan lalu dicuri orang,” ceritanya sediha.
“Air Jordan? Pasti sama dengan sepatuku ini, ya!” aku mengangkat sepatu di kaki kananku tinggi-tinggi sambil tertawa.
“Sekali lagi mohon maaf, Mas. Sepatu Air Jordan-nya, betul-betul mirip. Tapi, setelah saya perhatikan jahitannya, warnanya, ukurannya, sepatu yang mas pakai itu punya anak saya. Jika Mas mau menolong saya, sepatunya saya beli lagi, berapa pun harganya, asalkan anak saya sembuh dan kembali berskolah.”
Tiba-tiba aku merasa kepalaku pusing.
*) Sumbawa, 11 September 2022

