
Oleh: Muhzen Den
Menjelang hari jadi ke-105 tahun ini, SD Marsudirini Yogyakarta akan meluncurkan “Marsudirini Diary” pada 2 Mei 2025, bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional.
Sebelum itu, sekolah yang berlokasi tak jauh dari Malioboro ini menyelenggarakan pre-launching dengan tema “Keindahan Menulis Buku Diary Harian dalam Keluarga” pada Jumat, 21 Maret 2025 di Auditorium Fransiskus Assisi, SD Marsudirini Yogyakarta.
Acara ini menghadirkan wartawan senior Y.B. Margantoro sebagai pembicara. Menurut Margantoro, apa yang disampaikannya di depan 115 orang tua siswa ini menjadi pemantik supaya para orang tua mulai menekuni literasi.
SD Marsudirini Yogyakarta sendiri telah menjadi pioner program wartawan cilik (warcil) bagi para siswa kelas VI yang tulisan hasil liputannya dibukukan sebagai buku tahunan atau kenang-kenangan kelulusan. Dengan demikian, warcil menjadi ciri khas SD Marsudirini Yogyakarta.
Para siswa yang saat ini duduk di kelas VI akan diajak untuk mewawancarai Hasto Wardoyo (Wali Kota Yogyakarta), Wawan Harmawan (Wakil Wali Kota Yogyakarta), serta ketua DPRD.
“Sepertinya itu belum dilakukan satuan pendidikan yang lain,” duga Margantoro sembari mengingatkan, “Menjadi pioner itu baik, tapi kalau tidak konsisten, tidak memperjuangkan, bisa kalah dengan follower. Sekolah lain bisa saja berusaha ‘mengalahkan’ warcil SD Marsudirini.”
Oleh karena itu, ia mengajak para orang tua siswa untuk ikut menyemangati anak-anaknya agar tetap mau menekuni literasi, baik membaca maupun menulis.
“Apa pun profesi anak kita kelak, tentu akan di-back up ‘sekoci’ keterampilan menulis. Apalagi sekarang ada profesi content creator. Platform atau media apa pun tetap diawali dengan membuat narasi,” ujar Margantoro.
Ia lantas mengusulkan agar para orang tua siswa membentuk komunitas menulis. “Kalau anak-anak kita bisa menulis, tentu orang tuanya juga mesti bisa,” ujar Margantoro.
Sementara itu, Maria Dwi Kurnia Asih sebagai koordinator acara mengatakan, menulis diary bukan sekadar mencatat peristiwa, tetapi juga merekam emosi, impian, dan pelajaran hidup yang berharga. “Bersama keluarga, kegiatan menulis ini menjadi lebih bermakna karena akan mewariskan kenangan bagi generasi mendatang,” tutur guru Penjaskes (PJOK) ini.
Ia berharap acara ini dapat menginspirasi para orang tua siswa untuk memulai menulis diary bersama keluarga atau terus mengabadikan momen-momen indah dalam lembaran-lembaran buku. “Mari kita jadikan menulis diary sebagai tradisi keluarga yang berharga, yang menghubungkan hati dan memperkaya jiwa,” ajak Asih.
Sumber internet/utusan.net

