Lampu duduk di meja kerja masih menyala, memantul ke cermin kamr hotel itu. Seorang lelaki muda bertelanjang dada menyender ke dinding. Bagian bawah mulai dari pusar ke paha ditutupi selimut.

“Doni kan sudah bilang dari awal, hubungan kita hanya seks saja. Ingat tidak, Mbak, awal kita jumpa di cafe. Mbak duluan yang mengajak kenalan. Mbak puas di ranjang, bayar, selesai. Kenapa sekarang Mbak meminta lebih.”

“Tapi Mbak nggak mau selamanya seperti ini, Don.” Seorang perempuan berparas cantik dan hanya memakai lingerie – baju tidur tanpa lengan dengan tali yang tipis di area bahu, berdiri di jendela kanar. Tatapan matanya kosong, menatap gedung-gedung bertingkat yang mirip kotak kardus dengan nyala lampu ibarat kunang-kunang. “Kesannya Mbak janda genit…”

“Bukannya Mbak memang janda genit. Aku bukan yang pertama kan!”

“Tidak, Don. Setelah Mas Herman berpulang dua tahun lalu, Mbak tidak pernah berhubungan lagi dengan lelaki. Tapi ketika Mbak ketemu kamu…,” perempuan itu membalikkan badan, menatap Doni, “Mbak merasakan getaran lain, bukan sekadar seks. Itu sebab Mbak mengajak kamu menikah. Mbak akan support kamu menyelesaikan kuliah. Kalau perlu kita ke Belanda. Kamu cari universitas di sana, ambil Es Dua…”

oOo

Nah, dari dialog di sebuah kamar hotel ini, kita bisa membangun dua karakter yang berbeda dengan masalahnya masing-masing.

Dialog yang Kontroversial dan Penuh Konflik itu penting di dalam sebuah novel agar pembaca tidak bosan. Tidak perlu kita memberi tahu (dont tell) pembaca, tapi tunjukkan (showing) saja agar pembaca bisa membangun karater si tokoh dengan imajinasinya.

Silakan mencoba, ya

Gol A Gong

Please follow and like us:
error71
fb-share-icon0
Tweet 5

ditulis oleh

golagong

Duta Baca Indonesia 2021-2025 - Penulis 125 buku - Motivator Menulis - Pendiri Rumah Dunia